Wakaf di bidang pendidikan begitu pesat berkembang pada masa kepemimpinan Nuruddin Zanki hingga Shalahuddin Al Ayyubi.
Perkembangan wakaf di bidang keilmuan ini diutamakan karena memiliki tujuan besar, yakni menyatukan umat Islam di bawah satu kepemimpinan. Sebab di masa tersebut, umat Islam menghadapi 2 gempuran permasalahan yang merusak, baik secara internal, maupun eksternal berupa penyerangan pasukan salib.
Karena itu di masa tersebut pembangunan sekolah berbasis wakaf bagi cari ilmu amat masif. Ditandai dengan adanya pusat-pusat pengajaran, pendidikan, dan pengembangan penulisan.
Pada masa itu, tidak hanya para ulama yang berperan dalam gerakan ishlah dan pembaruan itu, tapi juga para muslimah turut mengambil peran.
Ada banyak tokoh muslimah yang berperan besar dalam gerakan ini. Misalnya seperti Syaikhah Aisyah binti Muhammad al Baghdadi. Ia meraih ijazah dari Syaikh Abdul Qadir al Kilani, pendiri Madrasah al Qadiriyah, kemudian mengoptimalkan seluruh waktunya untuk membimbing kaum wanita. Syaikhah Aisyah menjadi panutan dalam pengajian, bimbingan keagamaan, ibadah, dan keshalehan.
Hal yang sama dilakukan pula oleh Syaikhah Taj an Nisa binti Fadha’il bin Ali at Takriti. Bersama suaminya, Abdurrazzaq bin Abdul Qadir al Kilani, beliau menimba ilmu di Madrasah al Qadiriyah. Setelah sekian lama belajar, ia pun menjadi seorang ulama perempuan yang aktif memberi kajian dan bimbingan. Syaikhah Taj an Nisa menekuni bidang pendidikan tersebut hingga akhir hayatnya.
Dari lingkungan Madrasah as Suhrawardiyah ada Syaikhah Khashshah al Ulama binti al Mubarak bin Ahmad al Anshari. Beliau mengajar di sebuah ribath (**pondokan sufi) khusus yang dibangun di Bab al Azj, Baghdad. Tempat tersebut difungsikan menjadi tempat pengajian ibu-ibu dan pendidikan anak-anak perempuan.
Berikutnya ada Syaikhah Syams adh Dhuha binti Muhammad bin Abdul Jalil al Baghdadiyah. Beliau merupakan murid di Madrasah as Suhrawardiyah dan menimba ilmu langsung dari Syaikh Abu an Najib dan lainnya. Syaikhah Syams aktif menyampaikan kajian dan kegiatan-kegiatan Islam lainnya hingga akhir hayatnya.
Tokoh wanita lain yang juga terkenal adalah Syaikhah Fathimah binti Muhammad bin Ali al Bazzazah al Baghdadiyah. Banyak alumni Madrasah al Qadiriyah yang berguru kepada beliau. Seperti al Hafizh Abdul Ghani, Muwaffaq ad Din Ibnu Qudamah, Abu Sa’ad as Sam’ani.
Demikian juga dengan Syaikhah Syuhdah bintin Ahmad bin al Faraj, yang juga dikenal sebagai Fakhr an Nisa. Muslimah yang tumbuh dewasa di Baghdad ini merupakan salah satu ulama besar dan tokoh ishlah. Tak terhitung sudah murid yang berguru padanya, baik dari kalangan laki-laki maupun perempuan. Beliau sendiri juga menimba ilmu dari guru-guru besar lainnya, sehingga tidak heran, keilmuannya begitu luar biasa.
Kemudian ada Syaikhah Fatimah binti Ali bin Muzhaffar bin al Hasan bin Za’bal al Baghdadiyah. Beliau beguru kepada ulama-ulama besar. As Sam’ani menyatakan dalam al Ansab, bahwa Syaikhah Fathimah dikenal sebagai muslimah yang shaleh dan aktif mengajarkan Al Qur’an pada anak-anak perempuan. Di antara murid-muridnya beliau adalah as Sam’ani, Ibnu al Jauzi, dan Zainab asy Syi’riyyah.
Tokoh-tokoh muslimah ini dikategorikan sebagai ulama mushlih. Tidak hanya menjadi insan taat yang shaleh, tapi juga membawa perubahan yang baik bagi orang-orang yang berada di sekitar mereka. Gerakan ini kemudian melahirkan generasi unggulan yang membawa kejayaan Islam di masa Shalahuddin Al Ayyubi.
Masya Allah, ternyata di masa peradaban Islam, muslimah juga memiliki peranan penting dalam membangun peradaban ya, Sahabat. Semoga jejak-jejak para Syaikhah ini bisa diikuti pula oleh para muslimah di Indonesia, aamiin.
Source: disarikan dari buku Model Kebangkitan Umat Islam, Dr. Majid ‘Irsan al Kilani