Alkisah, Nabi Sulaiman pernah didatangi seorang sufi di kediamannya. Namun, tamu itu merasa tidak nyaman dengan kedatangan sosok seram yang selalu memandanginya, meskipun sosok itu tidak melakukan apa-apa. Hingga akhirnya, ia meminta kepada Nabi Sulaiman untuk membantunya menyingkir dari sosok seram tersebut. Dengan izin Allah, maka Nabi Sulaiman memindahkan tamu tersebut jauh ke India. Melihat tamu sang Nabi menghilang, sosok seram itu bertanya, “Ke mana tamumu tadi wahai Nabi Sulaiman?”
“Kupindahkan dia ke India, siapa kamu dan kenapa kamu membuat takut tamuku?” tanya Nabi.
“Sesungguhnya aku malaikat pencabut nyawa yang diutus untuk mencabut nyawa tamumu tadi”.
“Kalau begitu kenapa tidak kau lakukan?” Nabi Sulaiman terheran.
“Aku diperintahkan untuk mencabut nyawanya di India, itu sebabnya aku hanya memandanginya tadi”.
Syahdan, kematian adalah misteri, sebagaimana seorang asal Aceh yang merantau bertahun tahun di Jawa, sampai tak seorangpun sanak saudaranya yang mengira dia akan kembali. Suatu saat entah kenapa dia merasa sangat rindu dengan keluarga besarnya di Aceh. Namun ketika dia mudik, terjadi tsunami, dan akhirnya tanpa diduga bersama keluarga besarnya justru dia meninggal di Aceh. Sebaliknya ada seorang lelaki Jawa yang suatu saat ditugaskan ke Medan dalam rangka tugas, namun ternyata gempa meruntuhkan hotel tempat dia menginap sehingga dikuburkan di Medan, jauh dari sanak saudaranya.
Sebagai bekal untuk menghadapi kematian, kita diingatkan pada sebuah cerita seorang lelaki saat perhitungan amal baik, selalu dibantu dan dibela oleh seseorang yang berwajah mirip dengan dirinya. Sehingga akhirnya timbangan kebaikannya dapat mengantarnya ke Surga. Di Gerbang Surga si lelaki yang bingung dengan sosok mirip dirinya lalu bertanya, siapakah kiranya lelaki itu. Maka lelaki itu mengatakan bahwa dia adalah sosok amal baik lelaki itu yang menjelma menjadi pembelanya di akhirat.
Pembaca, kehidupan ini seharusnya selalu menjadi hal yang kita syukuri, bahkan seandainya kita mengucapkan terimakasih atas setiap denyut jantung yang kita miliki, kita tidak akan kuasa menyebutkannya. Karena jantung dalam sehari semalam berdenyut lebih dari 100.000 kali. Namun bersyukur atau tidak kita tetap akan menemui mati. Jutaan tahun yang lalu, mungkin ribuan milyar mahluk hidup yang pernah muncul di bumi ini, dan kini ada sekitar 6 sd 7 milyar manusia di dunia, dan sebagai mana ribuan milyar yang telah mati, maka 7 milyar ini akan menemui ajal yang sama.
Rockefeller yang nyaris memiliki apa pun di dunia sangat menginginkan hidup sampai 100 tahun. Sayang pada usia 99 tahun dia justru kembali ke Sang Maha Pencipta. Meski dia termasuk salah satu orang terkaya di dunia, tetapi hartanya tak bisa membeli tambahan satu tahun untuk menggenapi hidupnya menjadi satu abad.
Ada lagi, Alexander The Great, salah satu penguasa dunia. Ia berpesan pada pengikutnya untuk mengeluarkan kedua tangannya dari lubang di sisi kiri dan kanan peti mati yang dia gunakan. Untuk apa? agar semua orang melihat meski dia penguasa nyaris separuh dunia, namun dia tak kuasa membawa apa pun untuk bekal di alam akhiratnya.
Pembaca, sebuah statistik menyebutkan lebih dari 70 persen milik kita ternyata tidak pernah kita gunakan di masa hidup. Jadi pintar-pintarlah menggunakan harta yang kita miliki agar kelak menjadi harta abadi yang sebenarnya alias harta yang diwakafkan.
Ada dua hal yang dibenci oleh manusia. Pertama, mati, padahal mati itu lebih baik dari pada rusaknya agama. Kedua sedikitnya harta, padahal orang yang sedikit hartanya itu sedikit hisabnya (HR Ahmad).
Cerita-cerita di atas mengingatkan kita bahwa mati bukanlah hal yang perlu ditakuti selama kita beriman, karena bagi orang beriman, mati layaknya pulang ke kampung halaman sendiri. Seperti yang termaktub dalam hadits berikut, Kematian adalah hadiah indah untuk seorang mukmin (HR Thabrani). Karena itu siapkan bekal yang sebaik-baiknya bekal, seperti harta yang diwakafkan, doa anak yang sholeh dan shalihah serta ilmu yang bermanfaat bagi orang lain. []