Alkisah di waktu senja, kediaman Zaid bin Tsabit an Najjari al Anshari kedatangan seorang musafir yang kehabisan bekal. Musafir itu meminta izin kepada Zaid, bilamana dirinya berkenan membagi sedikit makanan untuk berbuka.
Sayangnya ketika itu kondisi Zaid pun tak lebih baik dari sang musafir. Di rumahnya hanya ada sedikit makanan untuk dimakan bersama istrinya.
Di tengah kekalutan tersebut, Zaid teringat nasihat Rasul untuk memuliakan tamu. Ia pun menemukan solusi untuk menyiasati keadaannya. Zaid meminta sang istri untuk mematikan lampu saat waktu berbuka tiba.
Ketika adzan maghrib berkumandang, sang tamu pun dipersilakan menyantap hidangan seadanya di tengah gelapnya ruangan. Namun, Zaid dan istrinya cuma berkecap-kecap seolah turut bersantap. Padahal ujung tangan keduanya sama sekali tak menyentuh hidangan.
Keesokan harinya, sang musafir berpamitan untuk melanjutkan perjalanan. Sedangkan Zaid, ia kembali menghadiri majelis untuk mendapatkan wasilah dari Nabi Muhammad. Ketika Zaid dan Nabi berjumpa, tiba-tiba Nabi tersenyum dan bersabda:
“Wahai Tsabit, Allah SWT menghargai pelayananmu terhadap tamumu semalam.”
Mendengar jawaban Nabi, Zaid tersentak dengan perasaan diselimuti rasa bahagia, malu, sekaligus terharu di dadanya. [] (dbs)