Wakaf Produktif mempunyai dimensi ekonomi strategis dalam pemberdayaan dan peningkatan profuktivitas ekonomi masyarakat di Indonesia bila dikelola dengan baik dan intensif khususnya Wakaf Produktif.
Wakaf produktif adalah skema pengelolaan donasi wakaf dari umat secara produktif sehingga mampu menghasilkan surplus yang berkelanjutan. Donasi Surplus wakaf produktif inilah yang menjadi sumber dana abadi bagi pembiayaan kebutuhan umat, seperti pembiayaan pendidikan dan pelayanan kesehatan yang berkualitas. (Depag RI: 2008).
Penerima manfaat wakaf tak hanya terbatas pada 8 asnaf (fakir, miskin, gharimin, riqab, mualaf, fisabilillah, ibnu sabil (musafir), dan amil zakat). Wakaf dapat dimanfaatkan untuk semua lapisan masyarakat dan bersifat umum serta bisa juga bersifat khusus tergantung akad dan ikrar wakaf.
Sumber Foto : Sinergi Foundation/Wakaf produktif
Inilah Yang Perlu Sahabat Ketahui Mengenai Serba Serbi Tentang Wakaf Produktif
Mempelajari ilmu islam itu memiliki hukum fardu ain bagi umat muslim. Tak terkecuali ilmu terkait ekonomi islam dan khususnya tentang wakaf, karena wakaf merupakan salahsatu penopang ekonomi umat khususnya dalam peradaban.
Dasar Hukum Wakaf Produktif
a. Al-Qur’an
Dalam al-Qur’an memang tidak disebutkan secara jelas pensyari’atan wakaf, namun beberapa ayat yang memerintahkan manusia berbuat baik untuk kebaikan masyarakat dipandang oleh para ulama sebagai landasan perwakafan. Di dalam al-Qur’an surat al-Hajj ayat 77, yang artinya bahwa :
“Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.” (QS. Al-Hajj: 77) Ayat diatas menjelaskan bahwa Allah memerintahkan agar manusia berbuat kebaikan supaya hidup manusia itu bahagia. Di surat lain Allah memerintahkan manusia untuk membelanjakan (menyedekahkan) hartanya dengan cara yang baik.
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui.” (QS. Al-Baqarah : 261)
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS. Ali Imran : 92)
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Al-Baqarah : 267)
Allah menyatakan bahwa manusia tidak akan memperoleh kebaikan, kecuali jika ia menyedekahkan sebagian dari harta yang disenanginya (pada orang lain). Ayat-ayat al-Qur’an tersebut menurut para ulama, dapat dipergunakan sebagai dasar hukum wakaf.
a. Al-Hadits
Beberapa hadis Nabi SAW oleh para ulama yang dijadikan sebagai dasar hukum disyari’atkannya wakaf.
“Dari Abu Hurairah r.a., sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: Apabila anak adam (manusia) meninggal dunia, maka putuslah segala amal perbuatanya, kecuali tiga hal: sedekah jariyah (wakaf), ilmu yang dimanfaatkan, dan anak shaleh yang mendoakan orang tuanya.” (HR. Muslim).
Adapun penafsiran shadaqah jariyah pada hadis tersebut ialah, “Hadis tersebut dikemukakan di dalam bab wakaf, karena para ulama menafsirkan shadaqah jariyah dengan wakaf” (Imam Muhammad Ismail al-Kahlani, tt., 87).
Ada hadis Nabi SAW yang lebih tegas menggambarkan dianjurkannya ibadah wakaf, yaitu perintah Nabi kepada umar untuk mewakafkan tanahnya yang ada di khaibar, yaitu: Di riwayatkan dari Ibnu Umar r.a.: Umar r.a. pernah mendapatkan bagian kebun (dari hasil rampasan perang) di Khaibar, lalu dia menghadap Nabi SAW, untuk memohon fatwa tentang kebun itu. Dia berkata, “wahai Rasulullah, saya mendapatkan bagian kebun di Khaibar, yang belum pernah saya mendapatkan suatu harta yang lebih berharga daripada kebun itu. Maka, apakah yang harus saya lakukan terhadap kebun itu”. Beliau bersabda, “jika kamu mau, wakafkanlah kebun itu dan sedekahkanlah hasilnya!” kemudian Umar menyedekahkan hasil kebun itu. Sedangkan kebunnya tidak dijual, tidak dibeli, tidak diwariskan, dan tidak dihibahkan. Selanjutnya, dia berkata, “Umar menyedekahkan hasil kebun itu kepada orang-orang fakir, kaum kerabat, budak, sabilillah (dijalan Allah), ibnu sabil musafir dan tam’i. Tiada berdosa orang yang mengurusinya untuk memakan sebagian dari penghasilan wakaf itu dengan cara baik atau memberi makan kawannya tanpa menganggapnya sebagian harta miliknya sendiri (tidak sewenang-wenang mempergunakannya seperti miliknya sendiri.” (HR. Muslim)
Jenis-jenis Wakaf
- Wakaf Ahli/Dzurri yaitu wakaf yang khusus diperuntukkan bagi orang- orang tertentu, seorang atau lebih, baik ada ikatan keluarga dengan si waqif ataupun tidak
- Wakaf Khairi atau disebut juga dengan istilah “wakaf umum”. Yaitu wakaf yang secara tegas untuk kepentingan agama (keagamaan) atau kemasyarakatan (kebajikan umum).
- Wakaf Musytarak wakaf kombinasi antara wakaf khairi dan wakaf ahli di mana manfaat atau hasil wakaf sebagiannya diperuntukan bagi kesejahteraan umum dan sebagiannya lagi diperuntukan bagi keluarga wakif
Unsur Wakaf
Menurut UU no 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, Wakaf dilaksanakan dengan memenuhi unsur wakaf sebagai berikut:
a. Wakif;
b. Nazhir;
c. Harta Benda Wakaf;
d. Ikrar Wakaf;
e. peruntukan harta benda wakaf;
f. jangka waktu wakaf.
Wakaf Produktif
Wakaf produktif adalah skema memproduktifkan Harta wakaf yang dikelola secara produktif melalui proses bisnis sehingga dari surplusnya akan memberikan solusi pada permasalahan umat dibidang ekonomi, pendidikan, kesehatan dan kebutuhan masyarakat miskin lainnya.
Bukti pengelolaan wakaf produktif dan berhasil, yaitu sebesar manfaat yang dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, utamanya oleh mauquf ’alaih (penerima hasil/manfaat wakaf). Sehingga, secara otomatis mereka lebih mudah untuk diberdayakan dan mampu hidup secara mandiri.
Salah satu contoh nyata dari wakaf produktif dapat kita lihat dari wakaf sumur yang dilakukan oleh Utsman bin Affan ra., yang masih memberikan manfaat sangat banyak bagi keberlangsungan hidup umat Islam pada saat itu hingga hari ini. Dari wakaf sumur tersebut, tak lagi hanya membantu masyarakat Madinah yang waktu itu mengalami kesulitan air. Tapi juga kita melihat saat ini sumur tersebut dimanfaatkan untuk mengairi hektaran kebun kurma. Surplus dari penjualan kurma tak hanya disalurkan untuk dhuafa, tapi kembali diproduktifkan oleh pemerintah Arab Saudi dalam bentuk hotel. Dan lagi-lagi keuntungan dari wakaf produktif itu digunakan untuk kegiatan sosial.
Adapun wakaf produktif yang dikelola oleh Sinergi Foundation contohnya WN Ampera Pasteur, Cuanki Serayu, Kopi Haii, Wisata Halal Teras Lembang yang semua pengelolaannya berbasis wakaf sehingga surplus dari aktivitas bisnis tersebut sebagiannya untuk membiayai program sosial di Sinergi Foundation khususnya dibidang pendidikan dan kesehatan gratis.
Sahabat, inilah luar biasanya manfaat wakaf produktif yang terus bermanfaat bagi umat. Maka tak heran, aliran pahala dari wakaf produktif akan terus mengalir meski ajal telah menjemput.
Jangan lupa untuk selalu memilih nazhir wakaf yang terpercaya, Salurkan wakaf melalui Sinergi Foundation, Lembaga Nazhir Wakaf Nasional Resmi
>>> KLIK WAKAF <<<