Dalam sejarah peradaban Islam, di antara fasilitas publik yang dibangun dengan menggunakan wakaf adalah masjid.
Namun ketika itu, peranan masjid tidak hanya dimanfaatkan sebagai tempat untuk beribadah atau sarana syiar dakwah Islam. Wakaf masjid di masa tersebut juga turut berkontribusi dalam membangun peradaban Islam dengan menjadi pusat kegiatan intelektualitas.
Sekolah-masjid di era kejayaan Islam mampu menampung murid dalam jumlah ratusan hingga ribuan siswa. Bahkan juga dilengkapi dengan perpustakaan. Koleksi bukunya begitu melimpah, karena banyak masyarakat, ilmuwan, dan ulama yang mewakafkan bukunya di perpustakaan masjid.
Sejarah mencatat, aktivitas pendidikan berupa sekolah pertama kali hadir di masjid pada tahun 653 M di kota Madinah. Pada era kekuasaan Dinasti Umayyah, sekolah di Masjid pun mulai muncul di Damaskus pada tahun 744 M. Sejak tahun 900 M, hampir setiap masjid memiliki sekolah dasar yang berfungsi untuk mendidik anak-anak sejak usia 5 tahun.
Adapun yang diajarkan mulai dari penanaman adab hingga menulis ayat-ayat Al Quran yang sederhana. Setelah mahir, para siswa juga bisa mempelajari ilmu-ilmu lainnya. Seperti aritmatika, tata bahasa Arab, logika, aljabar, biologi, sejarah, hukum, dll.
Tak berhenti sampai di sana, aktivitas keilmuan di masjid bahkan melahirkan pendidikan tinggi atau universitas. Dan hingga hari ini, kita pun masih bisa melihat aktivitas perguruan-perguruan tinggi tersebut. Seperti Universitas Al Qayrawwan dan Al Zaituna di Tunisia, Al Azhar di Mesir, Al Qarawiyyin di kota Fez Maroko, dan Sankore di Timbuktu.
Fasilitas belajar, tunjangan hidup, hingga ulama-ulama besar yang turut mengajar menjadi daya tarik bagi para pencari ilmu dari berbagai belahan dunia kekuasaan Islam. Ribuan pelajar datang berbondong-bondong hanya untuk menimba ilmu dari para ulama.
Seperti yang terjadi pada abad ke-12 M misalnya, aktivitas keilmuwan yang digelar di Masjid Sankore Timbuktu, Mali Afrika Barat mampu mendatangkan 25 ribu siswa dari berbagai negara.
Begitu pun dengan pendidikan di masjid Cordoba Spanyol. Bahkan dari wakaf masjid tersebut bahkan melahirkan ilmuwan-ilmuwan muslim yang berpengaruh, seperti Ibnu Rushdi dan Ibnu Bajja. Sebuah masjid di Basrah, Irak juga mampu melahirkan seorang ahli tata bahasa Arab terkemuka sepanjang masa bernama Sibawaih. Ia merupakan murid Al Khalil Ibnu Ahmad yang mengajarnya di masjid.
Sekolah yang digelar di Masjid Al Qarawiyyin Fez, Maroko pun mampu melahirkan ulama dan ilmuwan hebat seperti; Ibnu Khaldun, Ibnu Al Khatib, Al Bitruji, Ibnu Harazim, Ibnu Maimoun, serta Ibnu Wazzan (Leo Africanus). Bahkan di Masjid Al Qarawiyyin pula Paus Sylvester II menimba ilmu matematika dan lalu menyebarkannya di gereja-gereja Eropa. Pamor Masjid Al Azhar, Mesir pun mampu menarik perhatian ilmuwan seperti Ibnu Al Haitham, Ibnu Khaldun, dan Al Baghdadi.
Pada perkembangannya, para pelajar juga tak hanya menimba ilmu di masjid saja. Untuk mempraktikan kemampuannya dalam bidang kedokteran misalnya, para siswa juga belajar di rumah sakit. Yang tertarik astronomi juga belajar langsung di observatorium. Dan ini semua berawal dari wakaf masjid, masya Allah!
Source: dbs