Syariat wakaf memang telah dikenal sejak zaman Rasulullah, namun belum dikelola oleh baitul mal. Meski begitu kebaikan ini terus berlanjut hingga ke masa khilafah Umayyah, masa yang disebut para pakar sebagai masa keemasan pencapaian kejayaan pemerintahan Islam.

Pada masa itu berbagai praktik ekonomi Islam makin dikembangkan, mulai dari sedekah, akat, infak, dan wakaf.

Wakaf yang awalnya hanyalah keinginan berbuat baik seseorang dengan menyalurkan kekayaan yang dimilikinya dan dikelola secara individu tanpa ada aturan pasti yang menaunginya, perlahan mulai berubah.

Seiring waktu, umat Islam mulai merasakan betapa pentingnya pengelolaan oleh lembaga wakaf, hingga timbul keinginan mengatur perwakafan dengan baik dan benar bedasarkan Al Quran dan Sunnah. Setelah itu, dibentuklah lembaga yang mengatur aset wakaf dan penyalurannya ke mauquf ‘alaih.

Hal ini seiring dengan perkembangan pengelolaan baitul mal, yang salah satu sumbernya adalah wakaf, di era Umayyah. Pada pemerintahan Umar bin Abdul Aziz (717-720 M) fungsi filantropi di Baitul Maal terus meluas.

Kekhalifahan ini menekankan pentingnya fungsi baitul mal. Sumber-sumbernya berasal dari zakat, zakat fitrah, wakaf, jizyah (pembayaran dari non-Muslim untuk menjamin perlindungan keamanan), kharraj (pajak atas tanah atau hasil tanah), dan lain sebagainya.

Fungsi baitul mal pun tak sekadar menyalurkan dana tunjangan, tetapi juga dikembangkan dan diberdayakan untuk menyalurkan pembiayaan demi keperluan pembangunan sarana dan prasarana umum.

Pengelolaan wakaf pun semakin membaik saat pemerintahan khalifah Hisyam bin Abdul Malik. Namanya cukup harum dalam sejarah. Ia berhasil menangani permasalahan politik yang dibuat khalifah sebelumnya, hingga kekhalifahan Umayyah tetap berlanjut sebagai sebuah negara.

Masa pemerintahannya yang panjang disebut sebagai pemerintahan yang berhasil. Dalam ketegasannya, ia senang menerima masukan dari para ulama. Termasuk dalam persoalan filantropi.

Saat itu, terdapat seorang hakim yang bernama Taubah bin Ghar Al-Hadhramiy pada masa khalifah Hisyam bin Abdul Malik. Ia seorang hakim yang sangat perhatian dan tertarik dengan pengembangan wakaf.

Tak heran, di tangannya lah awal mula lembaga wakaf berada di bawah pengawasan hakim, yang dijalankan dengan bijaksana dan adil.

Lembaga wakaf ini pertama kali dilakukan dalam administrasi wakaf di Mesir, daerah kebijakan Taubah bin Ghar Al-Hadhramiy. Namun karena seluruh negara Islam mengaplikasikan wakaf, maka kemudian Hakim Taubah mendirikan lembaga wakaf di Basrah.

Sejak saat itu, pengelolaan lembaga wakaf berada di bawah naungan Departemen Kehakiman yang hasilnya disalurkan kepada yang berhak dan membutuhkan. (DBS)

Assalamualaikum, Sinergi Foundation!