Status tanah wakaf setelah diwakafkan masih menjadi pertanyaan setelah akad dilakukan. Ada wakif yang merasa tanah itu miliknya, atau ahli waris yang ingin mendapatkan hak atas tanah itu.
Banyak pula kita temui, ahli waris yang berusaha mengubah status tanah wakaf karena merasa masih memiliki. Di kemudian hari, persoalan ini seringkali menjadi sengketa jika sertifikat kepemilikannya tidak jelas.
Sebab itu, dalam artikel ini, kita akan membahas status tanah wakaf. Sehingga masyarakat tidak lagi salah kaprah saat mempraktekkan wakaf dan status kepemilikan benda wakafnya.
Seperti Apa Status Tanah Wakaf?
Status tanah wakaf dalam Islam adalah kepemilikan Allah. Sehingga dalam perpindahan hartanya, status kepemilikan atas harta dari sang pemilik awal itu hilang, dan tidak menjadi milik siapapun.
Seseorang yang telah mewakafkan harta miliknya, maka berarti ia melepaskan harta itu. Selain itu, ia juga telah mengembalikan hartanya pada pemilik mutlak seluruh harta, yakni Allah SWT.
Harta ataupun barang wakaf tidak lagi menjadi milik orang yang berwakaf (wakif) atau ahli warisnya. Tapi berpindah pada Allah SWT, agar bisa dimanfaatkan untuk kemaslahatan umum.
Dengan kata lain, seorang wakif tidak mungkin memiliki kembali harta yang telah ia wakafkan. Ia hanya bisa menerima hasil/manfaat atas wakaf tersebut. Dan karena alasan harta tersebut dikeluarkan adalah untuk ridha Allah, benda wakaf itu menjadi milik Allah.
Menurut Undang-Undang
Di sisi lain, Undang-Undang Indonesia pun telah mengakomodir makna kepemilikan tanah wakaf. Seseorang yang berwakaf, tandanya telah melepaskan hak kepemilikan, dan tidak mungkin membatalkan ikrar.
Sebab itu, tanah atau benda wakaf pada umumnya dilarang:
1. Disita
2. Dijadikan jaminan
3. Dijual
4. Dihibahkan
5. Ditukar
6. Diwariskan
7. Dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lain
Apabila melanggar, maka akan dipidana sebagaimana tertuang dalam pasal 67 ayat (1) UU Wakaf. Bunyinya adalah sebagai berikut:
“Setiap orang yang dengan sengaja menjaminkan, menghibahkan, menjual, mewariskan, mengalihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya harta benda wakaf yang telah diwakafkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 40 atau tanpa izin menukar harta benda wakaf yang telah diwakafkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 41, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500 juta.”
Apabila terjadi pelanggaran dan kemudian ada perselisihan, tetap penyelesaiannya adalah melalui musyawarah mufakat. Jika gagal, maka jalur lainnya adalah mediasi, arbitrase, atau pengadilan.
Pengadilan Agama memiliki wewenang untuk menyelesaikan perselisihan terkait status kepemilikan tanah wakaf. Sehingga di tahap akhir, penyelesaiannya berada di tangan pihak PA.
Itulah penjelasan status tanah wakaf yang diwakafkan yang perlu diketahui. Jika Anda ingin berwakaf, Anda bisa menunaikannya