Meski amalan wakaf tak wajib, namun dalam menunaikan wakaf, sebaiknya memberikan harta atau benda terbaik yang kita miliki.
Peneliti sejarah Islam Asep Sobari, dalam rubrik Tabloid Alhikmah, menyebut bahwa konsep wakaf pada dasarnya harus mewakafkan sesuatu yang paling baik dan dicintai.
Ia mengisahkan tentang Umar bin Khattab yang memiliki banyak kebun. Lalu ketika mendapati satu di antaranya paling subur, paling baik, dan paling produktif, ia ingin menyedekahkannya untuk umat Islam, namun amat sayang jika disedekahkan biasa. Rasulullah SAW pun menyarankan ia untuk berwakaf.
“Nah disitulah konsep wakaf. Jadi wakaf itu bermula dari keinginan seseorang untuk mendapatkan pahala yang lebih besar dibandingkan sedekah biasa. Artinya kalau sedekah ada pahalanya, tapi itu sudah menjadi amalan biasa,” katanya.
Asep melanjutkan, “Mereka ingin mendapatkan yang luar biasa dan karena itu juga mereka memberikan yang terbaik. Ini konsep penting dalam wakaf.”
Maka, menurutnya, orang berwakaf itu bukan karena seseorang merasa sayang memiliki barang yang tidak terpakai. Misal seseorang mempunyai tanah, sayang tanah ini sudah lama tidak digarap, sayang tidak termanfaatkan, lahan mati, tidur, lalu ia pun mewakafkannya saja.
“Itu secara hukum bisa jadi wakaf, ada nadzhirnya, ada akadnya, hanya saja secara tujuan wakaf tidak tercapai. Artinya tidak ideal, karena wakaf itu, ketika orang memiliki yang terbaik, saya tidak ingin sedekah biasa, saya ingin yang luar biasa, dan yang luar biasa itu adalah wakaf,” kata Asep Sobari.
Pendiri Sirah Community Indonesia (SCI) ini menuturkan, Rasulullah memberikan solusi wakaf, yang artinya melepaskan kepemilikan dan diserahkan kepada Allah SWT.
“Otomatis benda itu ditahan. Kemudian manfaatnya diberikan untuk kemaslahatan umat,” tandasnya.
Sahabat ingin menjadikan wakaf sebagai amal dan tabungan terbaik di akhirat kelak? Mari bergabung dalam program 9 in 1 Wakaf!
KLIK bit.ly/9in1-wakaf