Keutamaan Wakaf Khairi, Kebaikan Bagi Sesama – Sahabat pernah membaca atau ingat dengan kisah Ustman bin Affan yang mewakafkan Sumur Ketika itu, kemarau panjang melanda Kota Madinah. Kurangnya ketersediaan air bersih membuat umat Islam harus membeli air dari sebuah sumur milik warga. Satu-satunya sumber air yang tersisa adalah sumur milik seorang Yahudi.
Prihatin atas kondisi umatnya, Rasulullah kemudian bersabda, “Wahai Sahabatku, siapa saja di antara kalian yang menyumbangkan hartanya untuk dapat membebaskan sumur itu, lalu menyumbangkannya untuk umat, maka akan mendapat surga-Nya Allah Ta’ala,” (HR Muslim)
Utsman bergegas menemui sang pemilik sumur dan lantas membelinya. Beliau pun mewakafkan sumur tersebut untuk kemaslahatan umat.
Nah Sahabat, kisah diatas adalah contoh langsung dari keutamaan Wakaf Khairi. Secara peruntukkan, Ada 3 jenis wakaf, Wakaf Dzurri (untuk kerabat/keluarga), Wakaf Khairi (untuk kesejahteraan sosial), dan Wakaf Irshad (untuk kalangan tertentu).
Definisi & Keutamaan Wakaf Khairi
Wakaf khairi merupakan bentuk wakaf yang diperuntukkan bagi mereka yang tidak mempunyai hubungan tertentu, pertemanan, atau kekerabatan dengan muwakif (sebutan orang yang berwakaf).
Para ahli fikih mendefinisikan wakaf khairi sebagai penahanan barang untuk tidak dimiliki oleh siapapun orangnya dan menyedekahkan manfaatnya secara keseluruhan dari awal hingga akhir untuk amal kebaikan yang tidak terputus.
Dengan kata lain, Wakaf Khairi diperuntukkan untuk umum dan membuat setiap orang fakir atau miskin atau orang yang hidup dalam kekurangan berhak untuk memanfaatkannya. Dengan demikian, wakaf ini mampu mensejahterakan orang yang berkekurangan lewat harta-harta orang yang berpunya.
Wakaf Musytarak
Sahabat, hasil dari pengelolaan aset wakaf adapula yang disalurkan untuk kesejahteraan umum dan keluarga wakif lho. Kombinasi dari wakaf khairi dan dzurri ini kemudian dikenal sebagai wakaf musytarak.
Ialah Umar bin Khattab yang pertama kali menerapkan konsep wakaf musytarak ketika mewakafkan tanahnya di Khaibar. Umar membagikan hasil pengelolaan tanah tersebut kepada kaum dhuafa dan kerabatnya.
“…Lalu Umar menyedekahkan (mewakafkan) tanah tersebut (dengan mensyaratkan) bahwa tanah itu tidak dijual, tidak dihibahkan, dan tidak diwariskan. Ia menyedekahkan (hasilnya) kepada orang-orang fakir, sanak kerabat, budak, sabilillah, ibnu sabil, dan tamu. Tidak berdosa atas orang yang mengelolanya untuk memakan dari (hasil) tanah itu dalam batas-batas kewajaran atau memberi makan (kepada orang lain) tanpa menjadikannya sebagai harta milik.” (HR Muslim)
Praktik wakaf musytarak juga diterapkan di beberapa negara lain, misalnya Wakaf Syekh Omar bin Abdullah Bamadhaj yang hasil pengelolaan wakaf hartanya diberikan kepada keluarga di Singapura dan Hadramaut untuk kepentingan dhuafa, masjid, dan sekolah berbasis Islam.
Itulah keutamaan wakaf khairi dan musytarak. Mau berwakaf? KLIK DI SINI