Data Kementerian Agama tahun 2012 mencatat, aset wakaf nasional mencapai 3,49 miliar meter persegi tanah, di 420.003 titik di seluruh nusantara. Bila dirupiahkan, dengan asumsi harga tanah hanya Rp100 ribu per meter persegi, nilainya mencapai Rp 349 triliun.
Belum lagi dengan disahkannya Undang-Undang Wakaf Nomor 41 Tahun 2004 yang mengakui keabsahan wakaf uang. Bila diasumsikan 100 juta penduduk muslim Indonesia mau berwakaf Rp100 ribu per bulan, maka wakaf uang yang bisa dikumpulkan per tahun mencapai Rp120 triliun per tahun.
Bayangkan, berapa besar keuntungan yang bisa diperoleh jika uang sebanyak itu diinvestasikan agar lebih produktif, untuk kelangsungan program-program sosial dan pemberdayaan masyarakat. Demikian mengutip pendapat Direktur Eksekutif Badan Wakaf Indonesia (BWI), Drs Achmad Djunaedi, dalam artikelnya “Memproduktifkan Aset Wakaf Nasional”.
Meski begitu, Direktur Indonesia Magnificence of Zakat (IMZ) Kushardanta Susilabudi melihat aset tanah wakaf yang sedemikian luas itu masih belum optimal dikelola secara produktif. Sebagian besar masih menengadahkan tangan untuk menutupi biaya operasionalnya.
“Bicara aset dan potensi wakaf, Indonesia bisa berbangga hati. Namun saat disinggung soal pengelolaan dan manajerial, harus diakui bahwa kita belum mumpuni,” lanjutnya saat konferensi pers Seminar International Islamic Philanthropy (IIP) di Bandung, Senin (02/03/2015).
Kushardanta kemudian mengungkapkan beberapa data hasil pengelolaan negeri tetangga dalam mengelola wakaf. Seperti di Malaysia, kumpulan Waqf An-Nur sukses membangun beberapa klinik dan Rumah sakit. Hasil dari keuntungan wakaf mereka gunakan untuk kepentingan anak yatim beasiswa, orang miskin, anak yatim dan lain-lain.
“Bahkan, dengan negeri jiran Singapura misalnya, pengelolaan wakaf negeri ini masih tertinggal. Melalui perusahaan Warees Investments, di mana seluruh sahamnya dimiliki Majelis Ugama Islam Singapura (MUIS), umat Islam di negeri singa itu sudah memiliki asset wakaf produktif berupa: 114 ruko, 30 perumahan, dan 12 gedung apartemen dan perkantoran. Keuntungan dari pengelolaan wakaf produktif tersebut digunakan untuk membiayai operasional masjid, madrasah, beasiswa, dan lain-lain,” terang Kus, sapaan karibnya.
Sementara di Arab Saudi, tahun 2010 lalu, International Islamic Relief Organization Saudi Arabia (IIROSA), meluncurkan sedikitnya 6 proyek wakaf produktif senilai SR 470 juta, dengan proyeksi keuntungan SR 45 juta. Keuntungan dari proyek-proyek tersebut dipergunakan untuk kepentingan sosial umat.
“Karena itu, seminar ini sangat penting untuk perbaikan tata pengelolaan dana dari ummat, khususnya wakaf ini,” tandasnya.