Dini hari, Selasa (6/11), saat rumah kami perlahan tertimbun tanah longsor, Bapak membangunkan saya dan Emak.
“Mak, Neng, bangun. Ini tanah sudah masuk rumah. Ayo cepat kemasi barang yang bisa dibawa. Kita lari ke masjid,” begitu kata Bapak, seraya menunjuk rumah yang perlahan bergerak terbawa tanah, dengan lumpur yang sudah masuk ke dalam.
Akhirnya kami bergegas lari meninggalkan rumah dengan penuh rasa takut. Hujan yang terus mengguyur wilayah kami, ditambah terjadinya longsor, membuat para sekitar ketakutan dan pasrah. Semua kompak berlindung di masjid yang tidak terlalu dekat dengan lokasi longsor. Kami pun percaya, tidak ada lagi tempat berlindung selain Allah. Di Rumah Allah, kami merasa aman.
Sesaat setelah situasi cukup aman, tetangga mengatakan bahwa rumah kami rata tertimbun tanah. Kami terkejut dan sontak bergegas melihat kondisi.
Innalillahi wa innailaihi raajiun, Bapak dan Emak sangat syok melihat rumah rata dengan tanah. Pun, saya sendiri sedih karena tak banyak yang tersisa dari timbunan rumah. Kami tak hanya kehilangan tempat bernaung, tapi juga kehilangan kenangan bersama Emak dan Bapak.
Meski sedih, kami yakin, Sang Maha adalah Sebaik-baik Pengganti. Tidak ada yang benar-benar hilang, hanya diganti dengan hal yang lebih baik.
— Neng Devita (korban bencana Tasikmalaya)
Sahabat, ketabahan Neng Devita telah menginspirasi kita semua dalam menjalani ujian hidup. Jangan lupa beri doa dan dukungan terbaik untuk Neng Devita dan warga Tasikmalaya lainnya ya!