Hasil dari pengelolaan aset wakaf adapula yang disalurkan untuk kesejahteraan umum dan keluarga wakif lho. Kombinasi dari wakaf khairi dan dzurri ini kemudian dikenal sebagai wakaf musytarak.
Sahabat Rasulullah yang menerapkan konsep wakaf mustarak ini salah satunya adalah Umar bin Khattab.
Saat mewakafkan tanahnya di Khaibar, Umar membagikan hasil pengelolaan tanah tersebut kepada kaum dhuafa dan kerabatnya.
“…Lalu Umar menyedekahkan (mewakafkan) tanah tersebut (dengan mensyaratkan) bahwa tanah itu tidak dijual, tidak dihibahkan, dan tidak diwariskan. Ia menyedekahkan (hasilnya) kepada orang-orang fakir, sanak kerabat, budak, sabilillah, ibnu sabil, dan tamu.
Tidak berdosa atas orang yang mengelolanya untuk memakan dari (hasil) tanah itu dalam batas-batas kewajaran atau memberi makan (kepada orang lain) tanpa menjadikannya sebagai harta milik.” (HR Muslim)
Praktik wakaf musytarak juga diterapkan di beberapa negara lain, misalnya Wakaf Syekh Omar bin Abdullah Bamadhaj yang hasil pengelolaan wakaf hartanya diberikan kepada keluarga di Singapura dan Hadramaut untuk kepentingan dhuafa, masjid, dan sekolah berbasis Islam.
Di Malaysia, praktik wakaf musytarak dilakukan oleh Johor Corporate. Perusahaan tersebut mewakafkan sebagian saham-saham perusahaan miliknya melalui Waqf An-Nur Corporate.
Dalam ikrar wakaf disebutkan, manfaat wakafnya diberikan kepada Johor Corporate sebanyak 70% sebagai wakaf ahli, sabilillah sebanyak 25%, dan Majlis Agama Islam Johor sebanyak 5% sebagai wakaf khairi.
Source: mandiriamalinsani.or.id