Praktik wakaf di Indonesia sudah dilakukan sejak pertama kali masuknya Islam ke Nusantara di abad ke 7 hingga 13 M.
Pada era tersebut, berdirilah beberapa kerajaan-kerajaan Islam yang tersebar di Nusantara. Salah satunya, Kerajaan Daulah Asholihiyah atau dikenal dengan Samudera Pasai yang terletak di ujung Sumatera.
Samudera Pasai merupakan Kerajaan Islam pertama yang didirikan oleh Sultan Malik As-Sholih. Kerajaan ini termasuk kerajaan yang sangat besar di zamannya, seperti yang dicatat oleh Ibnu Batutah, seorang traveler muslim yang datang ke Nusantara di tahun 1300an.
Ibnu Batutah dalam tulisannya menerangkan bahwa ia melihat praktik-praktik peribadatan yang luar biasa dari Sultan di kerajaan ini. Praktik peribadatan tersebut, salah satunya adalah praktik wakaf dan filantropi Islam lainnya.
Hal ini sejalan dengan yang termuat dalam historiography tradisional Babat Tanah Sunda, bahwa praktik zakat sudah diajarkan dan diberlakukan di tengah masyarakat ketika di masa Kerajaan Cirebon. Seperti halnya zakat, praktik wakaf juga turut berperan dalam masa-masa ini.
Di tanah Banten, kita mengenal salah satu masjid wakaf yang didirikan oleh pendiri Kesultanan Banten, Sunan Gunung Djati dan anaknya Maulana Hasanuddin. Masjid ini adalah Masjid Agung banten, yang masih berdiri hingga saat ini. Bahkan, masjid ini dikelola oleh nadzhir yang masih merupakan keturunan dari Kesultanan Banten.
Sama halnya dengan masjid banten, Masjid Agung Demak yang hingga saat ini masih kita jumpai pun merupakan masjid wakaf yang didirikan oleh Kerajaan pertama di tanah Jawa, yaitu Kerajaan Demak.
Selain itu, dalam disertasi Rahmat Jatnika juga disebutkan beberapa masjid yang merupakan praktik wakaf yang didirikan di era kerajaan Islam. Seperti misalnya : Masjid Jami’ Pangkalan yang didirikan oleh Sultan Imanuddin, Masjid Agung Semarang yang didirikan oleh Pangeran Pandanaran, Masjid Ampel yang didirikan oleh Sunan Ampel, Masjid Agung Kauman Yogyakarta dan dibangun juga madrasah-madrasah yang dibangun dari wakaf.
Peran Praktik Wakaf Kala Itu
Menariknya, sampai di abad ke 19, madrasah-madrasah ini berkembang. Bukan hanya menjadi tempat kaum muslimin menuntut ilmu, tetapi juga tempat menyusun strategi untuk melawan kedzholiman penjajahan Belanda kala itu.
Ini berarti, praktik wakaf di masa itu memiliki peran penting yang sangat vital. Pertama, masjid wakaf sebagai pusat peradaban. Kedua, madrasah wakaf sebagai pusat pendidikan. Dan ketiga, sebagai pusat perlawanan terhadap penjajahan Belanda.
Di sisi lain, praktik wakaf masjid ini tidak hanya dilakukan oleh para sultan-sultan kerajaan. Ia juga dilakukan oleh masyarakat umum yang patungan. Seperti yang dicatat oleh Tome Pires, seorang pelancong dari Portugis, yang menyaksikan masyarakat di Pesisir Jawa turut membangun masjid.
Dengan demikian, praktik wakaf ini sendiri sudah berkembang dan dilakukan oleh masyarakat umum. Ini semua berkat ajaran yang diajarkan oleh para sultan di era kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara tempo dulu.
Anda ingin berwakaf, yuk klik di link berikut >>> KLIK DI SINI <<<