Oleh Ima Rachmalia (CEO Sinergi Foundation)
Mereka tak seberuntung kita. Jika ingin menimba ilmu, cari masjid terdekat, atau putar kajian via Youtube. Kalau ingin makan, rogoh kocek dan tinggal beli. Semua serba mudah. Mereka tidak. Ada yang kesulitan akses, padahal ‘sekadar’ dakwah biasa yang ada di televisi. Ada pula yang harus bekerja serabutan, hanya cukup memenuhi kebutuhan makan satu hari bahkan kurang. Tak terbayang rencana masa depan.
Mereka tak mendapat Tunjangan Hari Raya (THR) sebagaimana para pekerja umumnya. Ada yang menjadi nelayan, petani, atau buruh, dan tak sepeser pun uang tambahan untuk bergembira di hari raya masuk ke kantong mereka. Jangankan berbagi, tak ada jatah untuk diri sendiri.
Iya, mereka. Di tapal batas Indonesia, tepatnya Kabupaten Raja Ampat Papua yang berbatasan dengan Filipina, rupanya orang-orang yang minim mendapatkan dakwah Islam masih ada. Terpencil di wilayah terpencil. Terasing di negeri yang konon mayoritas menganut Islam. Rasanya ibarat terisolir.
Di Aceh, lain lagi masalahnya. Guru bakti dan penjaga sekolah yang memiliki upah kecil menjadi perhatian. Orang-orang dengan jasa tak kalah besar, namun tak pernah diperhatikan. Cukupkah mereka menghidupi keluarga? Apakah cukup kebutuhan mereka terutama di bulan suci? Adakah mereka dapat bergembira di hari raya?
Atau, tak usah jauh-jauh. Kita akan melihat Desa Arjasari, Banjaran Kabupaten Bandung. Letaknya tak jauh dari kota, namun lihatlah, dakwah Islam terus merosot. Kristenisasi terjadi di mana-mana. Sebabnya karena kemiskinan terus merongrong, persoalan akidah dianggap nomor sekian setelah urusan perut. Maka, tawaran sembako penggadai akidah pun diterima senang hati.
Bukan mereka ingin hidup seperti itu. Tentu berat, apalagi jika semua orang begitu sibuk dengan hidupnya sendiri-sendiri. Tak ada yang peduli, hingga mereka bertindak tanpa mementingkan nurani. Akan tetapi, bukankah itu fungsi ukhuwah Islamiyah? Semua bergandengan satu ikatan. Saling berbagi, bersinergi, memberi manfaat satu sama lain. Tak boleh ada yang merasa tak dipedulikan.
Kami mencoba melipur lara mereka. Bukan gerakan yang sangat besar, namun ikhtiar ini kami harap cukup untuk menghangatkan dan menceriakan hati mereka di bulan suci. Siap berbahagia di hari raya. Program #DesaRamadhan adalah gebrakan, untuk mengajak umat Islam sama-sama mengulurkan tangan. Menolong mereka yang membutuhkan.
Ini hanya ikhtiar kecil. Kami buktikan, mereka pun layak mendapat kebahagiaan. Mereka yang membutuhkan syiar Islam, ceramah-ceramah meneduhkan hati berikut dengan pelatihan pemulasaraan jenazah kami sediakan dalam program #DesaRamadhan.
Anak-anak yang perlu suntikan motivasi dalam menimba ilmu, kami sediakan pula Pesantren Inspirasi. Ibu-ibu hamil yang tak cukup mendapat asupan bergizi selama kehamilan, kami salurkan pula untuk mereka paket makana bergizi. Pun, #DesaRamadhan membagi THR bagi orang-orang dhuafa itu. Sekali lagi, demi melipur lara mereka.
Kami ucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya pada segenap donatur yang telah ikut berpartisipasi dalam program #DesaRamadhan. Inilah bukti keberkahan bulan suci. Saling memberi, tak segan berbagi, semua demi kebahagiaan bersama. Kami, Anda, mereka, layak berbahagia. []