Al Quran, juga syariat, adalah beban bagi mereka yang tak mampu meresapinya. Tanpa adanya pondasi iman yang kuat, melaksanakan 30 hari puasa di bulan Ramadhan atau sholat lima waktu, bisa jadi banyak orang yang tak ikhlas menjalaninya. Tak paham hakikat ibadah, dan enggan meraih ridho-Nya.
Konsep ‘mempelajari iman, kemudian mempelajari Al Quran’ ini pula yang ingin diterapkan salah satu lembaga didik Islam, Kuttab Al Fatih. Kuttab, merupakan istilah institusi pendidikan anak dalam Islam yang juga diterapkan oleh generasi-generasi terdahulu.
Menurut Kepala Kuttab Al Fatih Bandung, Dhika Kameswara, pengurutan Iman dan Al Quran ini amat penting dalam membangun generasi emas. Laiknya Muhammad Al Fatih yang menaklukan Konstantinopel di usia muda, Kuttab Al Fatih ingin mendidik calon generasi emas dengan visi ‘melahirkan generasi gemilang di usia belia’.
“Kami tanamkan iman terlebih dahulu. Di Kuttab, selama 7 tahun anak-anak digodok imannya,” katanya. Ia menuturkan, konsep pendidikan kuttab diarahkan untuk anak usia 5-12 tahun. Dhika menyebut nama-nama seperti Imam Syafi’i dan Imam Malik yang merupakan didikan kuttab.
Namun, konsep yang baik tentu perlu ditunjang dengan kurikulum yang baik pula. Sebagai lembaga nonformal, Kuttab Al Fatih memainkan kurikulumnya sendiri. Sejarah dijadikan panduan anak-anak dalam mempelajari Al Quran dan As Sunnah. Dengan mengajak anak-anak mendalami sejarah dan sirah nabawiyah, Dhika menyatakan, anak-anak seakan mempelajari pula bagaimana para sahabat mengimplementasikan ajaran Islam.
“Orang-orang selalu bilang agar kembali ke Al Quran dan Assunnah. Lalu kenapa kita tidak terpikir untuk membuat pendidikan pun kembali ke ajaran Rasululah? Pendidik generasi awal Islam adalah Rasululah sendiri,” ungkap Dhika.
Sekaligus, Dhika sedikit menyayangkan pendidikan kala ini yang cenderung gemar mencekoki anak-anak dengan cerita fiktif. Padahal, katanya, sepertiga dari isi Al Quran adalah kisah-kisah nyata yang dialami para nabi, juga wahyu langsung kala umat Islam mengalami suatu perkara. Bahkan, Dhika menuturkan, Rasululah dididik Allah dengan kisah-kisah. Di Kuttab Al Fatih, sejarah dijadikan panduan dan teladan bagi anak-anak.
Pun, karena concern menanamkan iman, kuttab yang diinisiasi oleh pakar sejarah Islam Ustadz Budi Ashari ini menyiapkan modul pembelajaran mengenai fase-fase tauhid dalam Al Quran, termasuk juz 30 yang banyak membahas mengenai lingkungan dan hari kiamat. Dhika menjelaskan, dalam pembelajaran iman ini, ayat-ayat dalam juz 30 dibuat secara tematik, di mulai dari tema mengenai energi, waktu, permukaan bumi, unsur, musim, dan lain-lain.
“Sampaikan ayatnya, lalu tafsirnya, lalu aplikasinya. Jadi ketika melihat gunung, dalam pikiran mereka sudah tertanam bahwa gunung sudah disampaikan dalam Al Quran di ayat sekian,” jelas Dhika. Ia melanjutkan, setiap jenjang di kuttab ditargetkan menguasai satu juz. Sehingga, ketika lulus, anak menguasai tujuh juz.
Parenting Nabawiyah
Kuttab Al Fatih lahir dari kegelisahan seiring dengan terus bergantinya kurikulum pendidikan saat ini. Menurut Dhika, hal ini juga ditambah dengan keinginan segelintir umat Islam yang ingin mulai membangun periode kepemimpinan dengan manhaj nubuwwah. Sebab, katanya, hasil pendidikan yang baik akan melahirkan para generasi yang siap membangun kembali peradaban Islam.
Begitu pun dari sisi orangtua, yang ia sebut banyak kecewa dengan pola pendidikan saat ini. Selama ini, Dhika berpendapat, anak-anak menempuh pendidikan SD-SMP-SMA, namun justru baru menemukan bakatnya ketika kuliah. Di mata orangtua, hal ini dianggap mubazir, karena ilmu-ilmu yang selama masa SD-SMP-SMA dipelajari, justru hilang.
“Maka itu, banyak dari orangtua yang lebih suka anak-anaknya fokus belajar agama sebelum mengembangkan lifeskill-nya,” ujarnya.
Dari pernyataan para orangtua tersebut, ia menyatakan bahwa para orangtua ini juga paham risiko memasukkan anaknya ke kuttab. Lain dengan lembaga pendidikan Islam seperti SIT (Sekolah Dasar Islam Terpadu: red) atau pesantren yang mengikuti sistem pendidikan yang telah berlaku, Kuttab Al Fatih tidak mengajarkan mata ajar Bahasa Inggris, maupun ekstrakurikuler yang umumnya diajarkan di sekolah. Diakui Dhika, Kuttab Al Fatih pun berijazah melalui penyetaraan paket A.
Sering, karena dua hal tersebut sering jadi alasan para orangtua membatalkan niatnya. “Kalau mereka memasukan anaknya ke Kuttab Al Fatih, tandanya mereka sudah benar-benar yakin,” tuturnya. Di pihak Kuttab Al Fatih sendiri, hal tersebut jadi kendala, karena Dhika mengakui mereka tak berorientasi pada profit.
Kuttab Al Fatih meyakini bahwa yang paling banyak berperan dalam pendidikan anak adalah orangtua. Adanya sekolah, dan lingkungan sekitar anak, hanya membantu perkembangan sebesar 40%. Sebab itu, dalam hal ini Dhika menjelaskan, Kuttab Al Fatih pun berperan untuk membantu orangtua sebagai pendidik utama.
“Porsi orangtua dalam mendidik anak itu 60%. Dan untuk menyamakan persepsi mengenai konsep pendidikan anak ini, Kuttab Al Fatih rutin mengadakan pertemuan dengan orangtua sekali sebulan,” jelasnya. Sehingga, konsep pendidikan kuttab didukung pula oleh pendidikan orangtua bagi anak-anaknya.
Terakhir, ia menyampaikan bahwa memang perlu kesabaran ekstra bagi orangtua dalam mengawasi perkembangan anak. Kalau pun memang peran orangtua sudah sedemikian maksimal, katanya, kehadiran kuttab justru jadi tak diperlukan.
Bersinergi dengan Sinergi Foundation
Guna melahirkan generasi gemilang ini pula, Sinergi Foundation berkolaborasi dengan Kuttab Al Fatih membangun kuttab di area Cileunyi Bandung. SF yang juga berjuang menegakkan pendidikan untuk semua, hendak berkontribusi dalam pembangunan peradaban mulia. Tentu tak lengkap tanpa gandeng tangan para donatur.
Melalui Kuttab Al Fatih – Sinergi Foundation, yang dibangun melalui dana wakaf, SF bercita-cita membangun pendidikan yang tak dibatasi strata sosial. Poin pentingnya, pendidikan ini dilandasi pula oleh landasan utama ajaran Islam, yakni Al Quran dan Sunnah.
“Realita berkata, pendidikan berkualitas hanya milik segelintir manusia yang bergelimang harta. Padahal, pendidikan adalah hak semua insan,” kata CEO Sinergi Foundation, Ima Rachmalia.
Ia mengingatkan, sejarah gemilang peradaban mulia selalu berakar dari keadilan dan kesetaraan di ranah pendidikan. Tak peduli kasta, rupa, warna, ataupun suku bangsa, semua berhak mengenyam pendidikan terbaik, dan salah satunya melalui kuttab. Ini terbukti berhasil di masa salafus salih.
Kuttab adalah tempat utama di dunia Islam untuk mengajari anak-anak. Keberadaannya begitu agung dalam kehidupan masyarakat Islam, khususnya dikarenakan Kuttab adalah tempat anak-anak belajar Al Quran di tambah begitu mulianya ilmu dalam syariat Islam.
“Dahulu kuttab mengukir lahirnya karya-karya ilmiah yang abadi sampai hari ini. Dahulu kuttab disebutkan dengan detail di tanah Haramain (Mekkah dan Madinah). Dahulu kuttab melahirkan ulama-ulama yang menjadi rujukan lembaga-lembaga Islam zaman ini,” kata Ima.
Dalam sejarah, catatan tentang kuttab masih tersimpan dengan rapi, rujukan dan aplikasi lapangan tersusun dengan sempurna. Kriteria Pengelola dan Pengembangan lembaga terkonsep dengan baik. Bahkan kurikulumnya pun disebutkan tanpa ada yang tertutupi. Sebab itu, Ima yakin, jika konsep ini kembali diterapkan, kejayaan Islam adalah keniscayaan.
“Lalu siapa yang akan melahirkan kembali lembaga pendidikan ini? Bermodal keyakinan berharap kebesaran, kami hadir,” lanjutnya.
Ima menerangkan, selama ini Kuttab Al Fatih yang diinisiasi Ustaz Budi Ashari dikelola oleh dana umat, seperti wakaf, infak, sedekah dari elemen peduli, termasuk salah satunya individu orang tua yang berkecukupan harta. Peran SF pun, turut mengelola dana umat ini untuk Kuttab Al Fatih – Sinergi Foundation. Melalui dana filantropi, siapa pun dari kalangan mana pun sangat terbuka kesempatannya bersekolah di Kuttab Al Fatih.
“Sebab itu, ayo bergegas, jangan tunda. Daftarkan segera putra-putri Anda, mengingat masih sangat terbatasnya kuota. Persiapkan generasi kita, membangun peradaban mulia,” tandasnya. (agh)