SF-UPDATES,— Pembaca, kita kerap menemui orang-orang yang tak mampu mengerjakan puasa wajib karena uzur tertentu. Bagaimanakah Islam memandang hal ini?

“(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui” (QS. Al-Baqarah: 184).

Berdasarkan ayat di atas, orang-orang yang tidak mampu mengerjakan puasa, dikenai kewajiban membayar fidyah yang diberikan untuk orang miskin. Namun sebelum beranjak ke pembahasan ketentuannya sendiri, sesungguhnya apa itu fidyah?

Fidyah atau fidaa atau fida` adalah satu makna. Artinya, apabila seorang muslim memberikan tebusan kepada seseorang, maka orang tersebut akan menyelamatkannya. Di dalam kitab-kitab fiqih, fidyah dikenal dengan istilah “ith’am”, yang artinya memberi makan. Adapun fidyah yang akan kita bahas di sini ialah, sesuatu yang harus diberikan kepada orang miskin, berupa makanan, sebagai pengganti karena dia meninggalkan puasa.

Pertanyaannya adalah, siapa sajakah yang masuk kategori orang tidak mampu berpuasa dan diwajibkan membayar fidyah?

Orang yang terkategori yang tidak mampu adalah:
1.    Wanita hamil.
2.    Wanita yang sedang menyusui.
3.    Orang yang sudah sangat tua.
4.    Orang yang memiliki sakit yang sangat akut, menahun, dan tidak bisa diharapkan sembuh.

Diriwayatkan oleh Ibn Hazm dari Hammad Ibn Salah dari Ayub dari Nafi’ bahwa seorang perempuan Quraisy yang sedang hamil bertanya kepada Ibn Umar, tentang hal puasanya. Ibn Umar menjawab, “Berbukalah dan berilah makan seorang miskin setiap harinya, dan tidak usah mengqadha’nya.”

Diriwayatkan pula dari al-Bazzar dan di-shahih-kan oleh ad-Daruquthni dari Ibn ‘Abbas, bahwa beliau pernah berkata kepada ibu anaknya (budak yang dijadikan isterinya) yang sedang hamil, “Engkau sekedudukan dengan orang yang tak sanggup mengerjakan puasa; atas engkau hanya fidyah dan tidak ada qadha’.”
Sementara bagi orang yang sakit, maka ia ia wajib mengqadha’ puasanya jika ia telah sembuh dari sakitnya. Sebagaimana firman Allah SWT:

“Barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan, maka hendaklah ia mengerjakan puasa yang ia tinggalkan dalam sakit atau dalam safar itu, di hari-hari yang lain.” (QS. Al-Baqarah: 184).
Kecuali jika menderita sakit yang amat kronis dan menahun sehingga tidak bisa melakukan qadha, maka orang yang sakit ini cukup membayar fidyah saja.

Ukuran Fidyah

Untuk ukuran fidyah, seberapa banyak jumlahnya yang harus dikeluarkan, para ulama berbeda pandangan. Berikut ini penjelasannya:

1.    Satu Mud
Sebagian ulama seperti Imam As-Syafi’i, Imam Malik dan Imam An-Nawawi menetapkan bahwa ukuran fidyah yang harus dibayarkan kepada setiap 1 orang fakir miskin adalah 1 mud gandum sesuai dengan ukuran mud Nabi shalallahu‘alaihi wasallam. Yang dimaksud dengan mud adalah telapak tangan yang ditengadahkan ke atas untuk menampung makanan (mirip orang berdoa). Mud adalah istilah yang menunjuk ukuran volume, bukan ukuran berat. Dalam kitab Al-Fiqhul Islami Wa Adillatuhu disebutkan bila diukur dengan ukuran zaman sekarang, 1 mud setara dengan 675 gram atau 0,688 liter.

2.    Dua Mud atau Setengah Sha’
Sebagian ulama yang lain seperti Abu Hanifah berpendapat ½ sha’ atau 2 mud gandum dengan ukuran mud Rasulullah shalallahu‘alaihi wasallam atau setara dengan setengah sha‘ kurma atau tepung. Setara dengan memberi makan siang dan makan malam hingga kenyang 1 orang miskin. Sebagian ulama yang kira-kira ½ sha’ beratnya 1,5 kg dari makanan pokok.

Telah disebutkan dalam fatwa Lajnah Daimah: “Kapan saja dokter memutuskan bahwa penyakit yang diderita seseorang yang karenanya tidak berpuasa tidak bisa diharapkan kesembuhannya, maka dia boleh tidak berpuasa dan wajib memberi makan untuk setiap harinya 1 orang miskin sejumlah setengah sha’ dari makanan pokok suatu negeri seperti kurma atau yang lainnya, jika telah memberi makan seorang miskin sejumlah hari-hari yang ditinggalkan maka itu telah mencukupi.”

3.    Satu Sha’
Ini adalah pendapat dari kalangan Hanafiyah, seperti Imam Al-Kasani dalam Bada’i’i wa As-Shana’i’. Satu sha’ itu setara dengan 4 mud, sama dengan jumlah zakat fitrah yang dibayarkan. Bila ditimbang, 1 sha‘ itu beratnya 2.176 gram. Bila diukur volumenya, 1 sha‘ setara dengan 2,75 liter.

Seseorang dapat membayar fidyah, pada hari itu juga ketika dia tidak melaksanakan puasa. Atau diakhirkan sampai hari terakhir bulan Ramadhan, sebagaimana dilakukan oleh sahabat Anas bin Malik ketika beliau telah tua.

Yang tidak boleh dilaksanakan adalah pembayaran fidyah yang dilakukan sebelum Ramadhan. Misalnya: Ada orang yang sakit yang tidak dapat diharapkan lagi kesembuhannya, kemudian ketika bulan Sya’ban telah datang, dia sudah lebih dahulu membayar fidyah. Maka yang seperti ini tidak diperbolehkan. Ia harus menunggu sampai bulan Ramadhan benar-benar telah masuk, barulah ia boleh membayarkan fidyah ketika hari itu juga atau bisa ditumpuk di akhir Ramadhan.

(isma/dbs)

Ayo Berbagi untuk Manfaat Tiada Henti
Assalamualaikum, Sinergi Foundation!