Fatimah, berdirilah dan saksikan hewan sembelihanmu itu. Sesungguhnya kamu diampuni pada saat awal tetesan darah itu dari dosa-dosa yang kamu lakukan.

“Allahu Akbar..Allahu Akbar..Allahu Akbar..”

“Laaa..Ilaha..Ilallahu Allahu Akbar..”

“Allahu Akbar…”

“Walillahilhamdu..”

Kumandang takbir bersama bedug bertalu-talu. Suara kambing sesekali mengembik mengisi suasana. Bau kotoran kambing menyeruak di mana-mana. Anak kecil berdatangan, mengintip prosesi penyembelihan kurban di lapang-lapang, halaman masjid, rumah potong hewan, halaman rumah dan sebagainya,

Sekelompok anak-anak riuh mengelilingi orang-orang dewasa yang tengah sibuk membaringkan seekor kambing jantan di atas kayu balok dengan lubang di tanah.

Dengan mengucap lafadz bismillahi allahu akbar, darah segar mengalir membasahi tanah. Tak lama, daging dan tulang telah ditimbang dan dibungkus dalam kantong plastik untuk dibagikan kepada warga yang hanya bisa menikmati suguhan daging setahun sekali.

Demikian prosesi kurban yang biasa dilaksanakan umat Islam setiap tahun. Setelah melaksanakan shalat sunnah Idul Adha berjamaah, penyembelihan hewan yang diniatkan untuk kurban dilaksanakan pada waktu dhuha hingga siang hari.

Ketua Umum MUI Kota Bandung Prof. Dr. KH. Miftah mengatakan kepada Alhikmah bahwa banyak sekali hikmah dari ibadah kurban ini. Selain bentuk syukur bertemu dengan hari besar, berkurban juga bertujuan untuk menolong kaum yang lemah.

“Dengan menolong sesama yang kekurangan, sesungguhnya mengajarkan makna ketakwaan. Meski begitu, siapapun diperbolehkan untuk mengkonsumsi daging kurban, sebab tidak ada ketentuan khusus bagi penerimanya. Hanya saja memprioritaskan kalangan yang membutuhkan lebih baik,” kata KH Miftah Faridl.

Kata KH Miftah Faridl, dalam surah Al Hajj ayat 37, diterangkan bahwa daging dan darah hewan yang dikurbankan itu sama sekali tidak dapat mencapai keridhaan Allah, tetapi ketakwaanlah yang dapat mencapainya.

“Hal tersebut menggambarkan bahwa Allah tidak membutuhkan daging dan darah dari hewan yang dikurbankan, melainkan keikhlasan dengan menyisihkan sebagian harta untuk berbagi,” kata Kiai Kharismatik Bandung ini.

Sebagai contoh, KH Miftah Faridl mengisahkan tentang anak Nabi Adam Qabil dan Habil yang berselisih untuk menikahi Iqlima. Untuk menghentikan perselisihan tersebut agar tidak terjadi hal yang diinginkan, Nabi Adam pun berdoa memohon petunjuk Allah untuk memperoleh solusi.

“Allah pun memerintahkan untuk berkurban, dengan meletakkannya di atas sebuah bukit. Rupanya kurban Habil yang diterima Allah. Sebab dengan keikhlasannya, Habil mengurbankan hewan ternaknya yang paling gemuk, sehat, dan besar. Lain dengan Qabil yang mengurbankan hasil pertanian yang buruk dan busuk. Akhirnya, kurban Habil yang Allah terima,” kata Ketua Dewan Pembina Sinergi Foundation ini.

Begitu pun dalam kisah Nabi Ibrahim. Ketika wahyu Allah turun sebanyak 3 kali melalui mimpi untuk mengurbankan anak kesayangannya yaitu Ismail, Nabi Ibrahim pun menyampaikan tafsir mimpi tersebut kepada anaknya. Tanpa ragu Nabi Ismail meminta ayahnya untuk melaksanakan perintah yang Allah berikan.

Dapat dibayangkan seperti apa perasaan Nabi Ibrahim ketika akan melaksanakan perintah Allah tersebut? Anak yang ditunggu-tunggu selama hidupnya harus dikurbankan untuk menjalankan perintah Allah. Namun, tak disangka,

Nabi Ismail justru menguatkan ayahnya agar taat menjalankan perintah Allah. Meski di akhir kisah, Allah mengganti Nabi Ismail dengan seekor domba kibas yang besar.

“Inilah yang dijadikan syariat kepada umat Islam untuk melaksanakan kurban,” kata Kiai Miftah. Karenanya Rasulullah, kata Kiai Miftah,  sewaktu berada di Madinah selama 9 tahun selalu berkurban tiap tahun.

“Dan menjelang akhir kehidupannya, Nabi berkurban sebanyak 100 ekor kambing,” kata Kiai Miftah. Melihat contoh Rasulullah dalam berkurban, KH Miftah Faridl menekankan pentingnya berkurban bagi orang yang memiliki kemampuan.

“Oleh karenanya, jika seorang muslim yang diberkahi rezeki melimpah, tapi tidak mau melaksanakan kurban, Nabi bersabda, “Barang siapa yang mempunyai keluasan (harta) dan tidak mau berkurban, maka janganlah mendekati tempat shalat kami!” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, Al Hakim, Ad Daruquthni, dan Al Baihaqi),” kata KH Miftah Faridl.

“Jadi, kalau orang yang mampu berkurban tapi tidak mau berkurban tidak pantas untuk berkunjung ke Masjid Nabawi. Itu merupakan sebuah sanksi yang sangat berat bagi orang muslim karena kalau orang muslim yang baik pasti ada rindu ingin datang ke Masjidil Haram dan Masjid Nabawi,” papar Kiai Miftah.

Berjuta Keutamaan

Berkurban, tambahnya, merupakan bagian dari berbagi dengan orang-orang sehingga Nabi memberikan janji jaminan rezeki dan ampunan.

Rasululllah bersabda: “Fatimah, berdirilah dan saksikan hewan sembelihanmu itu. Sesungguhnya kamu diampuni pada saat awal tetesan darah itu dari dosa-dosa yang kamu lakukan.” (HR. Abu Daud dan at-Tirmizi).

Bahkan digambarkan begitu besarnya pahala yang akan diperoleh bagi yang mengerjakan ibadah kurban. Yaitu diibaratkan setiap satu bulu dari hewan atau binatang yang disembelih adalah satu kebaikan. Dengan demikian akan mendapatkan begitu banyak kebaikan dan pahala. “Pada tiap-tiap lembar bulunya itu kita memperoleh satu kebaikan.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).

Masih menurut Kiai Miftah, kelak nantinya, pada hari Kiamat, hewan yang dikurbankan akan datang dan memberi kesaksian. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya hewan kurban itu akan datang pada hari Kiamat (sebagai saksi dengan tanduk, bulu, dan kukunya. Dan sesungguhnya darah hewan kurban telah terletak di suatu tempat di sisi Allah sebelum mengalir ke tanah. Karena itu, bahagiakan dirimu dengannya.” (HR Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Hakim).

“Hal yang perlu diingat oleh umat Islam adalah, tidak boleh memaknai daging dan darah dari hewan kurban itulah yang sampai kepada Allah, akan tetapi sebagai solidaritas membantu orang. Juga sebagai tanda syukur mendapatkan nikmat dari Allah dengan wujud melaksanakan perintah Allah yaitu berkurban,” kata KH Miftah Faridl.

Kurban pun, menurut KH Miftah Faridl jelas berdampak pada ekonomi dan sosial masyarakat. “Kurban menumbuhkan kesadaran bahwa seorang muslim juga harus memelihara dan mengembangkan ternak. Dengan tumbuhnya pengusaha yang menjual ternak jadi akan menimbulkan dampak ekonomi dan menjalin ukhuwah antara golongan mampu dan tidak mampu,” katanya.

Terakhir, ia menegaskan kembali bahwa penyembelihan hewan kurban akan menumbuhkan rasa peduli, kasih sayang kepada sesama, serta perwujudan rasa syukur atas karunia dan nikmat yang diberikan oleh Allah.

“Baik berupa kesehatan, nikmat iman, Islam, dan kelapangan rezeki yang harus diwujudkan dengan berkurban,” pungkasnya.

Penulis : nurma

Reporter : annisa, dindin

Edit : rl

DIkutip dari Tabloid Alhikmah Edisi 133 ‘A-Z Kurban’

Ayo Berbagi untuk Manfaat Tiada Henti
Assalamualaikum, Sinergi Foundation!