Setelah kepergian suami tanpa kabar, Januari 2012, di usianya yang menjelang 40 tahun, Ibu Yuniroh divonis oleh dokter mengidap kanker rahim. Kekalutan pun menderanya. Memiliki seorang putra, tanpa pekerjaan, menumpang di rumah orang tua, dan mengandalkan pemberian keluarga untuk kebutuhan sehari-hari, Ibu Yuniroh tak tahu bagaimana membiayai pengobatannya.
Harapan kesembuhan muncul saat Ibu Yuni terdaftar sebagai peserta Jamkesmas. Penuh harap, ia pun berangkat dari Ds. Sukawening Kec. Cigadung Kota Subang ke Bandung, berikhtiar mencari kesembuhan. Dari hasil pemeriksaan, Ibu Yuni disarankan untuk menjalani kemoterapi setiap dua minggu sekali. Tiap bulan, ia diminta untuk melakukan pemeriksaan lab guna mengontrol kemajuan penyembuhannya. Namun kabar mengejutkan ia terima, kala diberitahu bahwa untuk pemeriksaan lab, biaya harus ditanggung sendiri. Darimana biayanya? Untuk ongkos dari Subang ke Bandung pun ia sudah susah payah.
“Alhamdulillah, dibantu oleh LPM Dompet Dhuafa Jawa Barat, biaya lab saya ditanggung sepenuhnya,” terang Ibu Yuni.
Memanfaatkan dana zakat dan infak untuk pemberdayaan umat, tentunya menjadi cita-cita Lembaga Amil Zakat (LAZ) untuk mengangkat umat dari kondisi mustahik (orang yang berhak menerima zakat) menjadi muzakki (orang yang membayar zakat). Harapannya, agar dana umat yang terkumpul terasa manfaatnya secara luas dan berkelanjutan, tak hanya bagi penerimanya namun juga bagi masyarakat, bangsa, bahkan negara. Namun, dibalik mimpi besar pemberdayaan, ada sektor lain yang tak bisa tidak diacuhkan, yakni sektor charity atau sosial.
Memang, charity dapat dikatakan sebagai bantuan yang bersifat terbatas, hanya terasa bagi penerima manfaatnya saja, tidak membawa dampak yang luas dan berkelanjutan. Namun, kita tidak bisa menutup mata atas kasus-kasus darurat yang memberatkan mustahik dan perlu penanganan segera. Mungkin karena keterbatasan sektor charity inilah, maka sebagian LAZ pun memilih tidak memberikan layanan charity.
Dompet Dhuafa Jabar sejak awal berdirinya telah berupaya memberikan layanan terbaik bagi mustahik dalam penanganan kasus darurat melalui program Layanan Mustahik (Lamus). Bahkan, demi meningkatkan kualitas layanan, sejak 2009 sektor ini dilembagakan. Harapannya, pengelolaannya semakin professional, berkembang, dan beragam.
Dan kini, program charity telah menyentuh hampir di seluruh bidang kehidupan, antara lain Lembaga Pelayanan Masyarakat (LPM) yang menyalurkan bantuan berupa donasi, barang, pendampingan, konsultasi, maupun advokasi untuk meringankan kehidupan mustahik, Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (LKC) yang memberikan aksi layanan sosial dalam bentuk medis maupun thibbunnabawi, bantuan modal usaha bagi pengusaha kecil yang tidak bankable, Advokasi Rentenir, dan Dompet Dhuafa Rescue (DDRescue) yang bergerak dalam penanganan bencana.
Kalau kita cermati, memang bantuan dari pemerintah telah menyentuh banyak bidang,baik kesehatan, pendidikan, hingga ekonomi. Namun dari fenomena yang dijumpai, bantuan tersebut masih memiliki banyak celah. Seperti kasus Ibu Yuniroh, dimana biaya lab tidak ter-cover oleh bantuan pemerintah. Tercatat, dalam sebulan, rata-rata pengajuan bantuan pemeriksaan lab paling sedikit 10 mustahik.
Ada juga obat-obatan yang tidak ter-cover Jamkesmas atau Jamkesda, seperti obat untuk diabetes, ginjal, leukemia (kanker darah), epilepsi, dan sebagainya, yang harganya mencapai ratusan ribu rupiah dan diperlukan dalam jangka panjang. Sedikitnya,100 mustahik mengajukan bantuan obat setiap bulan. Sementara untuk bantuan pendidikan, rata-rata 40 siswa mengajukan bantuan pembayaran tunggakan sekolah per bulannya. Bahkan di awal tahun ajaran baru, program bantuan Bea Masuk Sekolah digulirkan pada sekitar 400 siswa. Celah-celah inilah yang berusaha kita tutupi, agar kaum dhuafa pun mendapatkan hak untuk hidup sehat.
Maksimalkan Bantuan, Minimalkan Risiko
Berdasarkan pengalaman, adanya bantuan darurat ini terkadang memancing pihak-pihak yang tak bertanggungjawab untuk mendapatkan dana tunai dengan upaya penipuan. Cara menyiasatinya, Charity pun menggandeng berbagai pihak untuk bermitra, sehingga mustahik tidak mendapatkan dana tunai, tetapi berupa layanan bantuan.
Hingga kini, Program Charity telah bermitra dengan laboratorium, apotek, therapis, balai kesehatan, rumah sakit, beragam yayasan sosial, hingga perusahaan otobus untuk meminimalisir risiko penipuan. Untuk itu, mustahik akan diberikan surat pengantar yang dapat ditunjukkan ke mitra kerjasama untuk mendapat layanan yang dibutuhkan. Dengan demikian, kebutuhan mustahik dapat terpenuhi tanpa adanya penyerahan dana tunai.
Di samping itu, Charity juga memiliki relawan yang siap membantu mustahik untuk pendampingan dan penyaluran bantuan. Seperti untuk bantuan tunggakan sekolah, maka dananya akan diserahkan langsung oleh relawan ke pihak sekolah. Dengan berbagai upaya ini, maka risiko diperkecil, bantuan pun akan tepat sasaran dan juga tepat peruntukkannya. (dey)