“Gizi buruk, gizi buruk. Itu anaknya gizi buruk”, begitu renyuh hati Deti (30) mendengar omongan tetangganya kala melihat Dewi, bayinya yang baru lahir 3 bulan lalu.

Dewi terlahir dengan berat 2,09 Kg, berat yang tentu saja dibawah berat bayi ideal saat dilahirkan. Deti hanya bisa menangis melihat badan anaknya yang terlihat amat kecil. Ia bahkan sampai menyalahkan diri sendiri.

Karena kondisi ekonomi yang terbatas, di masa kehamilannya ia hanya bisa mengonsumsi makanan seadanya yang jauh dari kriteria bergizi.

“Makan sehari biasanya suka nasi sama kentang aja, kadang tempe tahu, kadang juga suka dikasih sama tetangga sayur sop. Gak pernah makan daging, ayam, telur aja jarang banget. Bahkan kadang nahan laper karena makanan cuma cukup untuk anak”, katanya mengungkapkan pola makannya saat hamil anak ketiganya.

Deti memiliki 3 orang anak, anak pertamanya Darsi Aminah saat ini sedang bersekolah di kelas 3 sekolah dasar. Anak keduanya Rizki Nursalam (5 tahun). Suaminya bekerja sebagai penjual perabot Rumah Tangga keliling, yang saat ini sedang berjualan di luar kota.

Penghasilan suaminya paling besar sejumlah Rp 50.000 per hari. Sebesar Rp 30.000 digunakan untuk kebutuhan rumah tangga, sementara Rp 20.000 digunakan sebagai biaya transportasi suaminya yang bekerja di luar kota. Jangankan untuk makan enak dan bergizi, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja sulit.

Bahkan di masa kehamilannya, suaminya sempat tidak bekerja sama sekali. Di saat terberat seperti itu, ia hanya mengandalkan makan dari kakaknya, Andi (40) yang tinggal bersebelahan dengannya. Namun Pak Andi hanya bekerja sebagai pemungut barang rongsok. Dengan ekonomi yang juga serba terbatas, ia tidak bisa memberikan makan yang cukup baik untuk Deti.

Saat ini, di usia bayinya yang menginjak 3 bulan, Deti berjuang mencukupi asupan yang baik untuk anaknya agar terhindar dari stunting. Alhamdulillah, Deti dibersamai oleh para bidan dan dokter di Rumah Bersalin Cuma-Cuma, klinik bersalin gratis untuk ibu dhuafa. Ia pun melahirkan di Rumah Bersalin ini secara gratis.

Berat badan bayinya pun belum stabil. Kadang naik, kadang kembali turun. Tentu saja berat bayi tersebut berpengaruh pada asupan Sang Ibu.

Ekonomi yang terbatas memaksa Deti memberikan asupan seadanya, ASI yang tak banyak akibat dari asupan makan untuk ibunya yang hanya sedikit. Namun Deti tetap semangat berjuang, dengan melakukan kontrol rutin bersama dokter RBC, ia berharap sang anak dapat segera mendapatkan kondisi ideal.

Sahabat, masih banyak para ibu dhuafa y ang bernasib sama seperti Bu Deti. Mereka adalah para member Rumah Bersalin Cuma-Cuma (RBC). RBC memberikan akses persalinan gratis dari pra hingga pasca melahirkan dengan dukungan donasi dari masyarakat.

Mari kita bantu penuhi gizi ibu hamil dan para anak yang berpotensi stunting dengan mendukung keberlangsungan Rumah Bersalin Cuma-Cuma.

 

*Disclaimer:
80% dana yang terhimpun melalui program ini akan disalurkan untuk program Infak Operasional Rumah Bersalin Cuma-Cuma, 20% untuk kegiatan syiar dakwah kelembagaan, sebagaimana yang tercantum dan tidak bertentangan dengan peraturan perundangan.
Download Aplikasi My Quran
Download Aplikasi My Quran