Pemirsa yang berbahagia, sepanjang hidup kita belajar. Belajar berjalan ketika kecil, belajar berlari, belajar berusaha mencari nafkah, belajar menjadi suami, belajar menjadi istri, belajar menjadi ayah, belajar menjadi ibu, nanti belajar menjadi kakek, menjadi nenek. Sepanjang hidup kita belajar.

Bahkan ada satu hal yang juga harus kita pelajari. Apa? Belajar bahagia. Bahagia itu harus belajar, ya. Dan kita diberikan kesempatan untuk belajar bahagia, kapan? Di saat melaksanakan shaum di Bulan Ramadhan.

Bahagia itu sekarang, bukan nanti. Bahagia itu bukan soal apa yang kita miliki, tapi bagaimana mensyukuri apa yang ada. Bahagia itu adalah sesuatu yang bisa kita raih, bahkan dalam kesederhanaan. Dalam shaum kita belajar, ketika kita menanti-nantikan waktu berbuka dan ketika adzan berkumandang, Allahu Akbar.. Allahu Akbar.. tiba waktu maghrib. Kita teguk seteguk air dengan rasa syukur yang mendalam.

Allahumma lakasumtu, wa bika amantu, wa ‘ala rizkika afthartu, birahmatika yaa arhamarraahimiin. Kita merasakan kebahagiaan ketika berbuka, sesudah kita mampu menahan diri dari lapar, dari haus di tengah panas yang terik sambil mengerjakan tugas-tugas kita, kita tahan. Mengapa? Kita ingin merasakan bahagia ketika berbuka.

Orang yang shaum belajar bahagia dengan hal yang sangat sederhana. orang yang shaum belajar bahagia dari hal-hal yang selama ini mungkin tidak diperhitungkan sebagai sumber kebahagiaan. Bagaimana mungkin seteguk air adalah sebuah sumber kebahagiaan? Bagaimana mungkin beberapa butir kurma yang kita siapkan adalah menjadi sumber kebahagiaan? Bagaimana mungkin sebutir apel atau satu buah yang kita simpan, yang kita petik dari kebun kita sendiri menjadi sumber kebahagiaan?

Itu hanya bisa menjadi sumber kebahagiaan saat kita berbuka di Bulan Ramadhan. Ramadhan adalah saat kita belajar berbahagia. Belajar berbahagia dengan hal-hal kecil yang mungkin tidak menjadi sumber kebahagiaan di luar Bulan Ramadhan. Belajar shaum, belajar bahagia. []