“Bum..Bum..” dentuman bom yang dijatuhkan rezim pemerintah Suriah masih menggelegar selepas shalat Jumat di salah satu sudut Aleppo, Suriah. Sambil berjalan keluar dari masjid, tim Road4Peace Syria sedikit berbincang dengan penduduk setempat. “Saya dari Indonesia,” kata saya kepada penduduk yang mengerubungi kami. “Alhamdulillah. Indonesia adalah saudara kami,” kata salah seorang penduduk asli Aleppo.

Senyum lain mengalir hangat dari para jama’ah Masjid. “Indonesia?” tanya yang lain sambil tersenyum. “Kalian banyak membantu kami,” tambahnya lagi. “Kita adalah saudara,” ungkap yang lainnya. Begitu senangnya mereka, ketika tahu bahwa di hadapan mereka kini ada saudaranya yang datang dari negeri nun jauh di sana.

Kesenangan itu nampak ketika amanah itu tertunaikan. Usai Shalat Jum’at, langit masih begitu biru cerah. Pesawat rezim itu masih berputar-putar di atas, siap memangsa anak-anak, wanita, pelajar, hingga wartawan. Para pejuang Suriah hanya dapat menghalaunya dengan senjata seadanya. Dalam suasana penuh ketegangan itu, amanah dari masyarakat Indonesia, berupa bantuan musim dingin harus tertunaikan.

Melajulah mobil kami, tim Road4Peace menyusuri lorong-lorong kota. Melewati beceknya pasar-pasar yang berdenyut seperti biasa seolah tak terjadi apa-apa Tapi onggokan bangunan itu berkata lain. Urat-urat besi yang berserakan mengisahkan bahwa dulu, ada roket-roket dan bom Birmil rezim yang jatuh di sini.

“Di sini, warga sudah terbiasa dengan dentuman bom,” kata Abu Nizham, mahasiswa Malaysia asal Suriah, juga aktivis Lembaga Kemanusiaan Salim Sadeed, sambil turun dalam mobil menuju sebuah pabrik pakaian musim dingin. Dalam ruangan itu, baju-baju tebal bertumpuk. Sarung tangan berjejer. Jaket-jaket tebal semuanya berderet rapi.

“Semuanya dibagikan gratis bagi masyrakat Aleppo yang tak mampu, juga yang merasa membutuhkan,” kata Abu Nizham. Di luar sana, anak-anak Aleppo hanya menggunakan sweater tipis, tanpa sarung tangan juga pakaian seadanya. Sedangkan di sini, timRoad4Peace menggunakan baju berlapis tebal, jaket tebal, hingga sarung tangan. Sungguh, begitu beratnya ujian mereka.

“Saya mewakili masyarakat Indonesia memberikan bantuan untuk pabrik ini agar terus membantu warga Aleppo dalam musim dingin. Terima kasih untuk Sinergi Foundation, Forum Indonesia Peduli Syam, juga masyarakat Indonesia yang membantu masyarakat Suriah,” kata saya mewakili tim Road4Peace kepada salah satu pengurus Yayasan Salim Sadeed yang mengurus kemanusiaan di Suriah.

“Terima kasih Sinergi Foundation,, Terima kasih Indonesia..” ungkapnya. Ucapan syukur terlafal darinya, bahwa mungkin dengan ikhtiar ini, tak ada lagi anak-anak yang mati membeku. Dalam dingin yang menusuk, kami melanjutkan perjalanan menuju masyarakat kurang mampu di Aleppo.

Yayasan Salim Sadeed pun membagikan kupon bagi warga Aleppo yang kekurangan dan membutuhkan makanan. Dalam lorong-lorong kota itu, bom kembali menggelegar entah di mana. Kami berjumpa dengan Abdullah, seorang tua yang lusuh dengan rumah sempit hanya satu ruangan.

Peralatan masak, kompor, karpet kecil, dan melompongnya ruangan menemani Abdullah dalam kesehariannya. Ruangan mungil dan gelap dalam gang-gang Aleppo mengisahkan kesendirian Abdullah. Matanya berkaca-kaca ketika kami memberikan sekantung makanan untuk satu bulan.

“Terima kasih Indonesia..” katanya sambil menahan tangis. Saya yang mewakili hanya dapat tertunduk senyum, begitu kurang bersyukurnya kami ya Rabb. Kami meninggalkan Abdullah dalam lorong gelap itu. Berjumpa dengan Abdullah-Abdullah lainnya, total ada 300 kantung makanan yang kami bagikan untuk 300 keluarga.

Usai membagikan makanan, mentari berjalan menuju peraduannya. Senja meninggalkan kami berganti pekatnya Malam di kota Aleppo. Tak ada listrik yang menyala-nyala di malam hari. Apalagi sekadar untuk menikmati tayangan malam di TV seperti laiknya di sini. Aleppo saat itu benar-benar gelap.

Gelapnya Aleppo menemani kami menunaikan amanah masyarakat Indonesia menuju Rumah Sakit Umar bin Abdul Aziz, salah satu rumah sakit Trauma Terapi terbesar di Aleppo. Dalam gelap, kami menyusuri anak tangga Rumah Sakit empat lantai ditemani lampu senter dengan secercah cahaya.

“Di sini memang gelap,” kata dr. Abdu Abdillah, kepala RS Abdul Aziz. Semenjak bom-bom rezim Assad membombardir warga, suasana gelap menyapa masyarakat Aleppo, termasuk di rumah sakit. Dalam gelap, kami berbincang, dan beberapa saat kemudian ruangan dr. Abdul Aziz menyala dengan bantuan genset.

“Bum..” ledakan bom di luar sana. “Kalian dengar? Di sini, rumah sakit menjadi salah satu target ledakan,” kata dr. Abu Abdillah. Kami berpikir heran, mengapa rumah sakit bisa menjadi target? “Sepuluh terakhir saja, sudah lebih dari seribu orang terluka dan dirawat hanya di rumah sakit ini saja,” kata dr. Abu Abdillah.

Di kota Aleppo sebenarnya terdapat 14 Rumah Sakit, namun yang beroperasi hanya tinggal tiga sampai empat rumah sakit, salah satunya adalah RS Umar bin Abdul Aziz. “Di sini juga sekaligus trauma center,” tambahnya.

Dr. Abu Abdillah mengisahkan bahwa sudah puluhan orang meninggal dalam 10 hari terakhir. “Ada tiga ratus mortir meledak melukai warga. Dua ratus anak kecil menjadi korban,” kata dr. Abu Abdillah sambil memperlihatkan foto anak –anak korban ledakan bom tentara pemerintah Bashar Al Assad.

Alhamdulillah, dokter di sini ada 50 orang terus beraktivitas. Kami sampai kewalahan, karena seharusnya pasien sehari bisa dioperasi ada sepuluh sampai lima belas, tapi ruangan hanya ada tiga. Sampai-sampai mereka dirawat di lantai dan lorong-lorong rumah sakit,” kata dr. Abu Abdillah.

“Tapi Alhamdulillah. Allah pertemukan kita di sini. Kami tidak sendiri. Kalian datang jauh-jauh ke sini sangat membantu kami. Kalian saudara kami,” ungkapnya saling tersenyum. Usai berbincang dalam RS yang gelap itu, kami, tim Road4Peace memberikan bantuan obat-obatan, alat-alat medis kepada dr. Abu Abdillah.

“Terima kasih Indonesia,” katanya. Malam itu, nama Indonesia kembali terlafal dari bibir para pejuang medis. Di sana, para dokter bekerja dua puluh empat jam. Relawan-relawan medis berdatangan, hanya ingin berjihad dengan tenaganya. Ucapan terima kasih yang tulus dari mereka, saudara kita. Bahwa perjuangan mereka menginspirasi saudaranya nun jauh di sana, Indonesia.

Bumi Syam, ketika malam itu kaca-kaca bergetar hebat. Kini, Indonesia menjadi sebuah negara dalam kenangan penduduk Syam yang Allah berkahi. “Terima kasih Indonesia,” ucapan itu pun terlafal dari bibir Abu Nizham, saat kami berpelukan meninggalkan bumi Syam esoknya. Ada kerinduan mendalam, ingin kembali rasanya menjejakkan kaki di sana, di tanah yang Allah berkahi. Sungguh, pada hakikatnya, kitalah yang berterima kasih atas keberkahan tanah dan penduduk Syam.

“Beradalah kalian di Syam. Sesungguhnya ia merupakan negeri pilihan Allah, dihuni oleh makhluk pilihanNya.” (HR Tirmidzi). Insya Allah, ucapan terima kasih penduduk Syam akan kami sampaikan kepada pembaca di Indonesia.

 

(Rizki Lesus/Relawan Sinergi Foundation dalam Misi Kemanusiaan Road4Peace Istanbul to Syria 20-31 Desember 2013)

Ayo Berbagi untuk Manfaat Tiada Henti
Assalamualaikum, Sinergi Foundation!