SF-UPDATES,– Membincang bidan, tak ada yang menampik bahwa profesi tersebut erat dengan kemanusiaan. Tanggungjawab besar diampu, sebab di pundak merekalah tugas menyelamatkan ibu dan penerus generasi bangsa tersemat. Nilai-nilai kehidupan menjadi pedoman.

Pun, prinsip kemanusiaan itu yang dipegang erat oleh Ina, salah satu bidan pelaksana di Rumah Bersalin Cuma-Cuma (RBC). Menjadi perantara pertolongan Allah atas calon-calon ibu, tentu bukan tugas yang mudah. Perlu keikhlasan, semata ridha-Nya, tanpa melalui kacamata duniawi.

Lebih dari satu dasawarsa lalu, Bidan Ina sempat bekerja di sebuah institusi kesehatan. Mencoba mempraktikkan ilmu yang didapatkan usai bersekolah kebidanan. Bersemangat, mencoba menolong sosok-sosok dimuliakan Al Quran, yang tengah berjuang mempertaruhkan nyawa demi buah hati.

Namun, rupanya dunia kerja tak seperti dalam bayangan. Terkadang, banyak kondisi yang menuntutnya untuk berfikir materialistis. Melayani pasien dengan orientasi uang, tak peduli miskin atau kaya.

“Saya pribadi sebetulnya tak mau berhubungan dengan uang. Misal kalau dulu, ketika pasien harus ditangani dengan sebuah tindakan medis, kita harus pikir-pikir lebih dulu. Memikirkan, dia bisa bayar atau tidak,” terang Bidan Ina.

Hal ini membawanya pada sebuah kesadaran. Timbul pertanyaan dalam diri Ina, “Kalau bekerja, harus terpaku pada uang ya? Kan kasihan yang ditolong, jika ternyata ia tak mampu,”

Kegelisahan Bidan Ina terobati kala dipertemukan dengan RBC pada 2006. Sebuah lembaga kesehatan, yang berkhidmat melayani ibu dan anak dari kalangan dhuafa. Ia merasa, Allah telah menjawab nuraninya yang terketuk. Di RBC, ia bisa menolong para kaum papa dengan sepenuh hati. Tanpa harus membebani mereka dengan masalah materi. Misi kemanusiaan tuntas terlaksana.

Alhamdulillah, saya menemukan tempat yang tepat. Ketika menolong orang melahirkan, saya benar-benar menolong. Saya ikut senang karena pasien tidak harus memikirkan soal uang,” katanya.

Dan selama berkhidmat di RBC, bukan sedikit lagi pengalaman yang ia dapatkan. Nilai-nilai kehidupan menempanya menjadi sebaik-baik manusia. Ada banyak kisah penuh hikmah, yang tak akan bisa terbayar dengan uang sebanyak apapun.

Misal, saat RBC harus menghadapi pasiendengan gangguan jiwa, yang hamil karena diperkosa orang. Dinas sosial membawa wanita tersebut ke RBC, meminta para bidan untuk menangani persalinannya. Sebuah cerita yang mengusik hati: apakah karena ia terganggu jiwanya, sehingga orang-orang merasa wajar untuk menelantarkan wanita ini?

Atau kisah-kisah lainnya, tentang ibu dhuafa yang melahirkan di becak, atau wanita hamil yang rela berjalan berpuluh kilometer demi mendapat persalinan layak di RBC. Menguras perasaan, betapa banyak di sekitar kita, yang membutuhkan pertolongan.

Bertahun-tahun di RBC, memang telah memberikan banyak pengalaman bagi Bidan Ina. Pernah, satu ketika, RBC menangani pasien hingga 70 kelahiran dalam satu bulan. Ditambah, dengan puluhan orang lainnya yang mengambil rawat jalan.

Lelahkah? Tentu. Namun perasaan capai itu terganjar, tak terasa, usai melihat binar bahagia para ibu-dhuafa kala melihat darah daging mereka lahir. Lelah yang telah terbayar dengan rasa syukur, karena diberi kesempatan oleh Allah untuk menolong sesama manusia.

“Di sini, saya menemukan tempat mengabdi. Saya ingin menolong orang dengan ikhlas,” tandasnya.[]

Reporter: Aghniya Ilma Hasan

Ayo Berbagi untuk Manfaat Tiada Henti
Assalamualaikum, Sinergi Foundation!