Baru-baru ini khalayak Indonesia dikejutkan dengan adanya keterlibatan segelintir pejabat dalam praktik bisnis kesehatan tes polymerase chain reaction atau PCR. Dilansir dari Media Indonesia, harga PCR di awal pandemi bahkan mencapai Rp 1,2 juta.

Meskipun saat ini PCR dapat diakses dengan rentang harga Rp 275.000 – Rp 300.000, namun hal ini menunjukkan, bahwa akses kesehatan begitu mahal. Sehingga tidak bisa dirasakan merata oleh semua orang.

Padahal jika melihat di masa kejayaan peradaban Islam, akses kesehatan dapat dinikmati secara gratis. Gratis bukan berarti pelayanan seadanya, tapi diberikan pelayanan optimal. Mulai dari disediakan pakaian bersih, makanan, hingga racikan obat yang harus dikonsumsi. Begitu pasien tersebut sembuh, mereka akan diberi bekal ongkos dan sembako untuk dibawa pulang.

Salah satu bimaristan yang menganut konsep tersebut adalah Bimaristan Nur Al Din di Damaskus, Suriah. Terletak di kawasan Al Hariqa di kota tua bertembok, di barat daya Masjid Umayyah.

Bimaristan Nur Al DIn ini dilengkapi persediaan makanan dan obat-obatan yang memadai. Bangsal, ruang khusus operasi, laboratorium, ruang pasien gangguan jiwa tersedia. Tercatat, terdapat 1.300 tempat tidur yang disediakan bimaristan ini.

Aula, klinik rawat jalan, dan dapur juga menjadi bagian dari rumah sakit. Bahkan, fasilitas ibadah seperti masjid dan gereja juga disediakan di rumah sakit Islam ini. Dan yang paling penting, semua layanan medis ini diberikan secara gratis kepada rakyat tanpa memandang suku, ras, dan agama.

Keistimewaan rumah sakit Nur Al Din tak hanya itu saja, rumah sakit ini juga menjadi kampus kesehatan bagi calon dokter. Karena itu koleksi buku medis juga disediakan di perpustakaan. Buku-buku medis ini berasal dari sumbangan Sultan Zangid Nur Al Din Zangi.

Luar biasanya, selama 800 tahun beroperasi sebelum akhirnya diubah menjadi Museum Kedokteran dan Sains Arab, bimaristan Nur Al Din memberikan pengobatan secara cuma-cuma. Siapapun dari kalangan mana pun bebas merasakan perawatannya yang optimal tanpa perlu membayar. Berbanding terbalik dengan saat ini yang segalanya serba mahal.

Dengan melihat realita ini, Sinergi Foundation pun berikhtiar menghadirkan akses kesehatan gratis untuk ibu dan anak dhuafa melalui Rumah Bersalin Cuma-Cuma (RBC). Meski telah berkhidmat selama 17 tahun, klinik RBC masihlah jauh dari sempurna. Melalui semangat peradaban, kami pun berikhtiar mengembangkan RBC menjadi Klinik Wakaf Ibu dan Anak (KWIA).

Dengan berkembang menjadi KWIA, Insya Allah, semakin banyak manfaat yang bisa dirasakan. Sebab untuk menangani persalinan darurat, tak perlu lagi dirujuk ke rumah sakit.

Siap berkontribusi untuk membangun KWIA? Salurkan donasi terbaikmu melalui link ini

Source: dbs

Ayo Berbagi untuk Manfaat Tiada Henti
Assalamualaikum, Sinergi Foundation!