Memiliki utang dengan nominal yang besar tak jarang menjadi pertimbangan dalam mengeluarkan zakat. Sebagian dari kita bahkan menganggap, dengan beban utang tersebut bisa saja menjadi sebab mengurangi zakat.
Mengenai hal ini terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Meski demikian, menurut jumhur ulama, utang tidak mengurangi harta yang dizakati, baik untuk harta bathin, seperti emas, perak, tabungan, atau uang, maupun untuk harta dzahir, seperti binatang ternak atau hasil pertanian.
Selama harta itu sudah di atas nishab dan bertahan selama setahun, tetap wajib dizakati, meskipun nilai utangnya menghabiskan semua harta. Utang tidak menjadi penghalang zakat, selama utang itu masih ditahan (dapat dicicil, dan ada jangka waktu yang tidak mendesak).
Ketika Khalifah Utsman hendak menarik zakat di bulan tertentu, beliau mengingatkan, “Ini adalah bulan zakat kalian. Siapa yang memiliki utang, hendaknya segera dia lunasi utangnya, sehingga ketahuan berapa sisa hartanya. Lalu tunaikan zakat untuk harta sisanya.”
Atsar ini menunjukkan bahwa:
A. Jika utang itu belum dibayarkan, maka dihitung sebagai harta yang wajib dizakati.
B. Jika utang itu dibayar dan masih ada sisa yang melebihi satu nishab, maka harta sisa ini yang dizakati.
C. Jika utang itu dibayar dan tidak ada sisa yang melebihi satu nishab, maka tidak ada kewajiban zakat.
Lantas, apakah orang dengan cicilan KPR wajib zakat?
Misalnya memiliki utang KPR dengan tanggungan KPR 200jt dengan pertimbangan jatuh tempo masih jauh, namun memiliki uang tunai + tabungan totalnya 100jt.
Jika melihat total tabungannya (Rp 100jt), dia wajib zakat. Dan jika dipotong tanggungan KPR, minus 100jt. Namun mengingat tanggungan KPR ini tidak segera ditutupi, maka tidak diperhitungkan. Sehingga orang ini tetap berkewajiban zakat sebesar 2,5% x 100jt = 2,5 juta. (source: konsultasisyariah)
Sahabat masih bingung terkait zakat? Bisa menghubungi Sinergi Consultant di nomor 081 321 200 100 untuk konsultasi
Atau KLIK bit.ly/sinergizakat untuk berzakat