Pembaca, tentu kita memiliki harta yang begitu kita cintai, entah itu rumah kita, mobil kita, tanah kita, perusahaan kita hingga pelbagai macam yang kita miliki. Namun, bagaimana jika sesuatu yang kita cintai itu harus kita berikan kepada orang lain?

Rasanya sungguh sangat berat. Namun, karena mengharap keimanan, generasi sahabat bisa melakukannya. Saat turun ayat, “Kalian tidak akan mendapatkan kebaikan, sampai kalian menginfakkan apa yang kalian cintai.” (QS. Ali Imran: 92), sahabat Nabi Abu Thalhah menyadari bahwa dirinya belum berbuat baik jika tidak mewakafkan apa yang ia sangat cintai.

Akhirnya ia pun menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menyampaikan hajatnya.

“Ya Rasulullah, Allah berfirman, ‘Kalian tidak akan mendapatkan kebaikan, sampai kalian menginfakkan apa yang kalian cintai’. Sementara harta yang paling aku cintai adalah kebun Bairuha. Ini saya sedekahkan untuk Allah. Saya berharap dapat pahala dan menjadi simpananku di sisi Allah. Silahkan manfaatkan untuk kemaslahatan umat.”

Mendengar hal tersebut, Nabi bersabda, ““Luar biasa, itu kekayaan yang untungnya besar… itu harta yang untungnya besar. Saya telah mendengar apa yang anda harapkan. Dan saya menyarankan agar manfaatnya diberikan kepada kerabat dekat.”

Itulah secuplik kisah pada tulisan ‘Gerakan Wakaf Para Sahabat Nabi’ yang berlomba-lomba berwakaf untuk kebaikan. Sebab, kata Rasulullah, amal manusia terputus kecuali tiga hal, salah satunya sedekah jariyah.

Imam Nawawi menyebutkan bahwa shadaqah jariyah yang dimaksud adalah wakaf. Karenanya, wakaf merupakan amalan penting yang merupakan tabungan hakiki kita kelak di hari akhir, saat semua amal terputus, wakaflah yang pahalanya terus mengalir.

Dr. Muhammad Maksum, anggota Badan Wakaf Indonesia (BWI) menegaskan bahwa tak hanya amal abadi saja, namun dalam konteks kenegaraan, wakaf merupakan instrumen penting dalam memperkuat ekonomi suatu bangsa.

Secara fikih pun, ustaz Ahmad Sarwat dalam tulisan Dari Wakaf Uang, Gagasan, Saham hingga Aplikasi menyebutkan bahwa wakaf sangat fleksibel ketimbang zakat yang diatur sebegitu jelas dan menyisakan pelbagai perbedaan pendapat.

“Adapun harta wakaf, sama sekali tidak ada batasan seperti 8 asnaf. Pemanfaatannya sangat-sangat free style, boleh dialokasikan di bidang apa saja, dengan model yang bagaimana saja,” katanya.

Karenanya, saat ini berkembang model-model wakaf seperti wakaf uang, wakaf saham, wakaf aplikasi, wakaf website, wakaf hak cipta, dan lain-lain.

“Silahkan saja model-model wakaf modern dikembangkan, yang penting prinsip wakaf itu bisa berjalan dengan baik. Dan memang pada dasarnya aturan pada wakaf itu sangat longgar, bisa dimodifikasi sedemikian rupa,” pungkas Ustaz Ahmad Sarwat. []

Ayo Berbagi untuk Manfaat Tiada Henti
Assalamualaikum, Sinergi Foundation!